Benar saja, keterlibatan unsur tersebut mampu mengurangi angka kasus stunting di Kelurahan Tegalsari. Ditambah lagi Sulung kerap melakukan koordinasi dengan sang istri yang berprofesi sebagai bidan.
“Penerapannya, kita berikan pendampingan asupan gizi balita stunting melalui kader kesehatan berupa makanan tinggi protein hewani. Biasanya, permakanan itu kita beri sebelum waktu makan siang. Makanan ini sudah disesuaikan dengan rekomendasi ahli gizi. Terkadang juga saya koordinasikan dengan istri,” bebernya.
Setiap kader, sambung dia, akan menyambangi para balita dan memantau makanan yang diberikan. Bahkan, tidak jarang para kader kesehatan memberikan langsung kepada para balita stunting.
“Ada yang datang mengantar makanan dan menyuapi. Jika saat didatangi si balita masih tertidur, maka orang tua yang akan menyuapkan. Itu dibuktikan dengan dokumentasi. Jadi setiap turun itu semua wajib didokumentasikan, agar program ini benar-benar tepat sasaran,” tandasnya.
Adapun biaya untuk menjalankan program Sego Seceting, Sulung menyebut didapat dari sinergi dan kolaborasi dengan masyarakat, pengusaha hingga instansi atau lembaga terkait.
Untuk setiap balita, setidaknya dibutuhkan dana sebesar Rp 15.000 per hari. Diakui Sulung, program itu banyak mendapat respon positif dari masyarakat.
“Alhamdulillah masyarakat sangat antusias dan mendukung. Mereka secara nyata bersedia gotong royong menuntaskan angka stunting,” imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sulung juga berharap penanganan stunting di daerah akan lebih diperhatikan pemerintah pusat. Terlebih Presiden Joko Widodo, mengamanatkan target penurunan angka gagal tumbuh atau stunting sebesar 14 persen di tahun 2024 mendatang. (T03-Red)