Menurut dia, audiensi dengan Komisi IV, merupakan bagian dari upaya Dewan Pendidikan dalam mengatasi masalah tersebut.
Pihaknya bersama Komisi IV, Dinas Pendidikan, dan stakeholder lainnya, merumuskan kebijakan dalam mengatasi kekerasa pelajar.
Salah satunya, membuat sertifikat sekolah anti kekerasan.
Nantinya, tiap sekolah akan dilakukan peninjauan untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
“Saat ini, memang sudah ada sekolah yang ramah anak. Tapi, jumlahnya sangat minim. Kami akan turun ke lapangan untuk memberikan pembinaan kepada kepsek, guru dan pelajar,” ujarnya.
Selain kekerasan pelajar, lanjut dia, Dewan Pendidikan juga menyampaikan rendahnya budaya literasi, dan adanya kepemimpinan yang intruksional.
Dijelaskan, budaya literasi masih di bawah 50 persen. Di tingkat SD dan SMP, tingkat literasi tahun 2021 ada beberapa yang mendapatkan rapot merah.
“Sedangkan kepemimpinan intruksional, yakni kepala sekolah masih banyak, yang belum menyusun program sekolah berdasarkan visi misi sekolah,” terangnya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar menuturkan, diakui kekerasan pelajar di Kabupaten Tegal, cukup tinggi.
Hal itu dikarenakan, mudahnya akses medsos yang membuat para pelajar terpengaruh dengan hal negatif.
“Literasi memang rendah hanya 1,77 untuk SD dan 1,8 untuk SMP dari indeks 4. Sedangkan kompetensi literasi minimal 1,8,” terangnya.
Ditambahkan, upaya yang akan dilakukan untuk mendongkrak literasi, dengan menerbitkan buku literasi yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Selain itu, penerapan kurikulum merdeka di setiap sekolah.
“Guru penggerak, yang mendukung kurikulum merdeka sangat sedikit. Selain itu, kurikulum merdeka juga belum sepenuhnya diterapkan di sekolah,” pungkasnya. (T05-Red)