Mbah Surabayan, Sosok Penyebar Agama Islam di Kota Tegal

SMPANTURA NAMA Mbah Surabayan, bagi warga Kota Tegal memang tidak lah asing. Itu karena Mbah Surabayan merupakan salah satu tokoh penyebar agama Islam di Kota Tegal.

Meski namannya cukup dikenal, tetapi tidak banyak orang yang mengetahui siapa sebenarnya Mbah Surabayan ini, dari mana asalnya, dan bagaimana perjuangannya menyebarkan agama Islam di Kota Bahari.

Hingga saat ini, peninggalan Mbah Surabayan masih terawat rapi berupa makamnya, yang berada di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal.

Lokasi Makam Mbah Surabayan ini, tak jauh dari Alun-alun Kota Tegal. Peziarah hanya melakukan perjalanan dari Alun-alun Kota Tegal sekitar 3 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 10 menit. Saat memasuki jalan Kelurahan Panggung, terdapat Gang 8 di wilayah RT 1 RW 14. Jalan yang dilalui hanya setapak, sehingga hanya kendaraan roda dua yang bisa masuk ke makam Mbah Surabayan.

Setibanya di makam umum, terdapat bangunan layaknya rumah. Di dalam bangunan ini, tidak hanya terdapat makam Mbah Surabayan, tetapi ada beberapa makan kuno lainnya. Batu nisan makam Mbah Surabayan dan beberapa makam lainnya, terbuat dari batu alam yang terlihat sudah sangat tua.

Diceritakan Sesepuh Kelurahan Panggung, Ustad Kamsor, jika Mbah Surabayan ini berasal dari Timur Tengah yang menyebarkan Agama Islam di Sidoharjo, Jawa Timur. Seiring berjalannya waktu, Mbah Surabayan kemudian ditugaskan untuk ke Tegal membantu peperangan di kala itu. Setelah tiba di Tegal, Mbah Surabayan ditempatkan di Desa Randusangan, Kecamatan Brebes. Lantaran musuhnya menggunakan senjata, sehingga Mbah Surabayan membuat sebuah keris yang dinamakan Kiai Ageng Supa.

BACA JUGA :  Mitos Larangan Memotong Kuku di Malam Hari, Dipercaya Memperpendek Umur

“Nama keris sakti ini juga menjadi julukan Mbah Surabayan di Brebes,” ujar Ustad Kamsor.

Setelah perang usai, Mbah Surabayan kemudian kembali ke Tegal, tepatnya di Jalan Asem 3 untuk menyebarkan Agama Islam. Di tempat ini, Mbah Surabayan dikenal dengan sebutan Syech Maulana Mahmudin. Dikesibukannya menyebarkan Agama Islam, Mbah Surabayan juga membuat keris yang dinamakan Branjang Kawah.

Dalam perjalanannya menyebarkan Agama Islam ini, dari Jalan Asem 3 Mbah Surabayan berpindah ke Panggung Timur dekat Sungai Ketiwon, dengan diberi gelar Syech Kanjeng Sunan Bungkul.

Di wilayah Panggung ini, Mbah Surabayan memiliki 20 santri. Hingga wafat, Mbah Surabayan menetap di tepi Sungai Ketiwon.

“Tidak hanya Mbah Surabayan yang dimakamkan di Panggung, tapi juga 20 muridnya ikut dimakamkan di sekitar makam Mbah Surabayan,” terang Ustad Kamsor.
.
Ustad Kamsor menuturkan, jika Mbah Surabayan merupakan Waliyullah, lantaran sebelum dibangun seperti sekarang ini, banyak yang sudah berziarah. Makam ini dibangun setelah Habib Lutfi Bin Yahya asal Pekalongan, mendatangi makam dan meminta untuk dipelihara. Kendati dengan anggaran terbatas, namun makam Mbah Surabayan saat ini telah dibangun peneduh yang nyaman untuk para peziarah.

“Hingga kini, makam Mbah Surabayan selalu ramai di waktu-waktu tertentu. Bahkan, warga sekitar juga ikut merasakan barokah dari adanya makam Mbah Surabayan,” tutup Ustad Kamsor. **

error: