“Nama keris sakti ini juga menjadi julukan Mbah Surabayan di Brebes,” ujar Ustad Kamsor.
Setelah perang usai, Mbah Surabayan kemudian kembali ke Tegal, tepatnya di Jalan Asem 3 untuk menyebarkan Agama Islam. Di tempat ini, Mbah Surabayan dikenal dengan sebutan Syech Maulana Mahmudin. Dikesibukannya menyebarkan Agama Islam, Mbah Surabayan juga membuat keris yang dinamakan Branjang Kawah.
Dalam perjalanannya menyebarkan Agama Islam ini, dari Jalan Asem 3 Mbah Surabayan berpindah ke Panggung Timur dekat Sungai Ketiwon, dengan diberi gelar Syech Kanjeng Sunan Bungkul.
Di wilayah Panggung ini, Mbah Surabayan memiliki 20 santri. Hingga wafat, Mbah Surabayan menetap di tepi Sungai Ketiwon.
“Tidak hanya Mbah Surabayan yang dimakamkan di Panggung, tapi juga 20 muridnya ikut dimakamkan di sekitar makam Mbah Surabayan,” terang Ustad Kamsor.
.
Ustad Kamsor menuturkan, jika Mbah Surabayan merupakan Waliyullah, lantaran sebelum dibangun seperti sekarang ini, banyak yang sudah berziarah. Makam ini dibangun setelah Habib Lutfi Bin Yahya asal Pekalongan, mendatangi makam dan meminta untuk dipelihara. Kendati dengan anggaran terbatas, namun makam Mbah Surabayan saat ini telah dibangun peneduh yang nyaman untuk para peziarah.
“Hingga kini, makam Mbah Surabayan selalu ramai di waktu-waktu tertentu. Bahkan, warga sekitar juga ikut merasakan barokah dari adanya makam Mbah Surabayan,” tutup Ustad Kamsor. **