Oleh : Mohammad Alfian, M.Si., Ak, Dosen Akuntansi Sektor Publik Politeknik Harapan Bersama
PEMBANGUNAN Indonesia dilakukan dari pinggiran, merupakan bagian dari Nawacita Presiden Joko Widodo yang yang sejalan dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang ditetapkan pada 15 Januari 2014.
UU Desa tersebut telah memberikan semangat dan dukungan desa untuk menentukan arah tujuan pembangunan yang akan dilakukan dengan harapan kemandirian desa.
Adanya hal itu, program pemerintah pusat maupun daerah didelegasikan atau dilaksanakan oleh pemerintah desa yang tertuang dalam UU No 6 Tahun 2014 Pasal 79 ayat 6 yang menyatakan Program Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa Dikoordinasikan dan atau didelegasikan pelaksanaannya kepada desa, hal tersebutlah yang membelenggu pembangunan atau inovasi yang dimiliki oleh desa.
Sebagai contoh ketika desa akan menyusun APBDesa yang dijadikan acuan dalam kegiatan desa selama 1 periode, di dalamnya memuat setidaknya 40 persen dari APBDes merupakan program ‘titipan’ baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Program pemerintah pusat itu tidak berjalan, karena desa hanya sebagai penerima namun bukan sebagai pihak yang menyusun program, yang mana jika kita melihat semangat dari UU Desa yang memposisikan desa sebagai subjek pembangunan bukan sebagai objek.
Program titipan tidak berjalan karena tidak disesuaikan dengan kapasitas pemerintah desa dalam mengelola program tersebut. Program yang ada secara sepihak diberikan kepada desa tanpa adanya pemetaan kebutuhan desa dan kurangnya pemahaman dari pemerintah pusat atau daerah akan potensi dan kearifan lokal dari desa.