Selanjutnya dikatakan, Munas Tarjih XXXII di Pekalongan merupakan pengulangan sejarah, peringatan 1 Abad Tarjih Muhammadiyah. Sebab pada tahun 1927, Kongres Muhammadiyah ke-16, salah satu hasilnya adalah berdirinya Majelis Tarjih. Kemudian juga pada 1972, pernah dilaksanakan Muktamar Majelis Tarjih di Pencongan, Wiradesa Pekalongan dan hasilnya berupa tuntunan ibadah dan fatwa fatwa peribadatan yang sangat dibutuhkan warga Muhammadiyah.
Ketika ditanya tentang Muhammadiyah ke depan, Haedar menegaskan sejak dahulu organisasi Muhammadiyah tetap sama yakni posisinya independent dan netral dari kekuatan politik. Namun demikian Organisasi yang dipimpinnya masih dalam suatu sistem negara sejak sebelum hingga Indonesia merdeka.
”Muhammadiyah tidak berpolitik praktis namun berpolitik kebangsaan sehingga hasil akhirnya tidak terpengaruh oleh dinamika kepratisan atau kepartaian,” katanya. (P05_red)