BREBES, smpantura – Orang tua korban kasus tewasnya pelajar akibat tawuran di Fly Over Kramatsampang, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, mendadak histeris dan pingsan. Insiden ini terjadi saat mereka mendengar pembacaan putusan Majelis Hakim, dalam sidang kasus pelajar tewas tersebut, di Pengadilan Negeri (PN) Brebes, Jumat (6/10/2023) pagi.
Kedua orang tua korban, ANA (17) korban tewas dalam kasus tawuran itu, mengaku tidak terima dengan putusan yang dijatuhkan kepada pelaku, karena dinilai terlalu ringan. Keluarga korban mendatangi PN Brebes, untuk menyaksikan jalannya sidang tersebut.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim tunggal Yustisianita Hartati, SH MH itu, menjatuhi vonis bagi MZP (17) anak dalam masalah hukum (pelaku-red), 1 tahun 10 bulan, dan pelatihan kerja 2 bulan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) 2 tahun 6 bulan.
“Putusan ini tidak adil,” teriak orang tua korban, Pangeran Kusuma Negara dan Metiarini, usai jalannya sidang.
Kedua orang tua korban, warga Desa Tengguli, Kecamatan Tanjung, Brebes itu, bahkan mengamuk di halaman PN Brebes atas putusan hakim tersebut. Sebelum, ibu korban Metiarini pingsan. Orang tua dan keluarga korban beberapa kali menggebrak mobil orang tua anak dalam masalah hukum yang hadir di persidangan.
Orang tua korban juga menghadang mobil orang tua anak dalam masalah hukum yang hendak pulang. Mereka bahkan menantang duel orang tua karena tidak terima dengan kematian anaknya.
“Tuntutan kami 7 tahun 6 bulan. Separuh dari tuntutan kasus pembunuhan orang dewasa 15 tahun. Tapi, Jaksa hanya menuntut 2 tahun 6 bulan dan hakim hanya memvonis 1 tahun 10 bulan,” kata Pangeran Kusuma Negara.
Dia mengungkapkan, para pelaku itu diduga telah menghilangkan barang bukti yang seharusnya bisa dikenakan pasal berlapis. Upaya menghilangkan barang bukti itu, menurutnya juga diakui para anak dalam masalah hukum tersebut.
“Dalam persidangan, saksi-saksi yang dihadirkan juga saksi lemah. Barang bukti dalam persidangan juga cuma baju korban. Barang bukti senjata tajam yang gunakan tidak ada. Katanya sudah hilang,” ungkapnya.
Dia mengaku, korban ANA (17) merupakan satu-satunya anak yang tersisa dari empat saudara. Sebab, ketiga saudaranya telah meninggal dunia lebih dulu.
“Ini anak kami yang terakhir. Anak yang tinggal satu-satunya harus meninggal dan pelakunya hanya dihukum 1 tahun 10 bulan,” ujarnya.
Humas PN Brebes Rini Kartika mengatakan, karena masih usia anak, hakim tunggal mempertimbangkan bahwa anak dalam masalah hukum itu masih memiliki masa depan.
“Mereka diharapkan masih bisa berubah dan semoga tidak terulang lagi kejadian seperti ini. Orang tua anak dalam masalah hukum, saat persidangan tertutup ini juga memohon kepada hakim tunggal agar anaknya diberi keringanan,” terangnya.
Seperti diberitakan, kasus tewasnya pelajar SMA itu terbongkar dari ditemukan mayat di Fly Over Kramatsampang Kecamatan Kersana. Dari hasil penyelidikan polisi, korban tewas akibat aksi tawuran. Polisi juga berhasil mengamankan sejumlah terduga pelaku, hingga kasusnya di bawa ke meja hijau. Korban diketahui juga merupakan siswa SMA Negeri 1 Tanjung.
Aksi tawuran antar kelompok remaja itu, terjadi Jumat (8/9/2023) lalu, sekitar pukul 17.30 WIB. Korban tewas akibat mengalami luka tusuk di bagian dada kiri. Aksi tawuran itu diduga dipicu saling tantang melalui media sosial Instagram. (T07_red)