Menurutnya, sejak menempati pasar induk Margasari sejak 9 Fberuari 2020, harapan pedagang untuk mendapatkan banyak pembeli tak kunjung terwujud. Justru semakin hari pasar tersebut sepi pembeli. Kondisi ini berbeda dengan pasar eks kecamatan yang ramai yang seakan buka 24 jam. Sementara pasar induk pukul 17.00 sudah tutup.
“Hal ini karena pasar dibagi dua, pasar induk dan pasar eks kecamatan. Pasar Margasari memang dirancang sebagai pasar SNI yang menggunakan sistem zonasi. Ini kurang pantas jika diterapkan di kecamatan. Karena masih tradisional,”sebutnya.
Suhono menuturkan, makin banyaknya PKL yang berjualan di sekitar pasar induk dan pasar eks kecamatan, juga menyebabkan pasar induk sepi,karena pembeli lebih memilih membeli di luar.
Pihaknya sudah berulang kali berkoordinasi dengan UPTD Pasar Margasari namun hingga saat ini belum ada solusi, dan terkesan adanya pembiaran.
“Setiap kali kami bertanya, mereka menyatakan bukan wewenangnya untuk menertibkan pedagang di luar pasar. Karena wewenang dinas lain,”tuturnya.
Hal senada diungkapkan bendahara Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Kabupaten Tegal Supriyanto. Ia berharap pedagang liar di badan jalan bisa ditertibkan.
“Dengan adanya pedagang liar, pedagang resmi akan sepi. Sementara mereka harus bayar retribusi setiap hari, tanpa memandang hari itu berjualan atau tidak,”sebutnya.
Suhono pada kesempatan itu juga menyampaikan kurangnya fasilitas MCK di pasar eks kecamatan. Dengan kondisi pasar yang lebih ramai, pasar itu hanya memiliki tiga MCK, sementara pasar induk Margasari yang sepi pembeli memiliki 16 MCK. Ia juga mengeluhkan lubang angin di pasar induk terlalu besar, sehingga saat hujan angin, air hujan masuk ke dalam pasar.


