Budayawan Tegal, Yono Daryono, turut memberikan pandangan menarik tentang lomba tersebut. Menurutnya, kegiatan membaca kolom Tegalan menjadi media yang efektif untuk mengenalkan karakter bahasa Tegal yang khas dalam pengucapan dan penekanan kata.
“Dari lomba itu, kita jadi tahu bagaimana cara membaca bahasa Tegal yang memiliki ciri khas. Bahasa Tegal sering menekankan pada kata-kata yang panjang. Walaupun tidak ditulis panjang, tapi dibaca dengan perasa. Itu salah satu ciri khasnya,” jelas Yono.
Yono menilai peserta mampu menampilkan pembacaan yang mencerminkan karakter orang Tegal yang ekspresif dan medok. Menurutnya, aspek medok justru menjadi kekayaan linguistik yang membedakan bahasa Tegal dari daerah lain.
“Orang sering menuduh bahasa Tegal hanya dialek, padahal dialek itu bagian dari bahasa. Dalam penjurian, medok justru menjadi nilai plus. Pelafalan tergantung konteks, dan itulah kekayaan bahasa Tegal,” katanya.
Yono menambahkan, karakter bahasa Tegal bahkan pernah diakui oleh Sir Thomas Stamford Raffles dalam buku The History of Java, yang menilai bahasa daerah di pesisir utara Jawa memiliki corak tersendiri. (**)


