Budaya  

Pesanggrahan Bung Karno di Parapat, Saksi Bisu Perjuangan Lewat Paha Tulang Ayam

SUMUT, smpantura – Sejarah mencatat, Proklamator RI Soekarno, pernah menjalani pengasingan di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mulai 4 Januari 1949.

Bung Karno, bersama dua rekan seperjuangannya, Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri RI, dan Haji Agus Salim, yang lebih dulu dibuang ke Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Mereka disana ditahan sekitar 10 hari.

Ketiganya, kemudian diasingkan lagi ke kawasan tepi Danau Toba, tepatnya Parapat. Rumah pengasingan itu, dibangun Belanda pada tahun 1820. Bangunan berukuran 10 x 20 meter dengan arsitektur bergaya Eropa itu, berdiri kokoh di atas lahan seluas dua hektare.

Sedianya, bangunan ini sebagai vila atau tempat menginap para mandor perkebunan, jika berkunjung ke Parapat. Namun, dimanfaatkan oleh Belanda untuk mengasingkan para tokoh pejuang kemerdekaan.

Di tempat inilah, Soekarno bersama Sutan Sjahrir dan Agus Salim diasingkan mulai 4 Januari 1949 hingga 9 April 1949. Bangunan ini, sudah beberapa kali mengalami renovasi, pada beberapa bagian bangunannya. Kendati demikian, masih dipertahankan dengan aslinya saat pertama kali dibangun, seperti dinding rumah yang masih didominasi oleh kayu jati Sumatera.

BACA JUGA :  Optimisme Pakeliran Di Tangan Dalang Cilik

Dinding kayi jati dihiasi foto-foto Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Agus Salim semasa pengasingan mereka di rumah tersebut. Bagian interiornya, juga masih tertata rapi. Meski beberapa furnitur atau perabotan sudah banyak diganti karena dimakan usia.

Saat ini sejumlah barang yang pernah dipakai Presiden Soekarno masih terawat baik mulai dari kursi ukir, koleksi buku-buku serta tempat tidur dan beberapa barang lainnya.

Usut punya usut, rumah tempat asingkannya samg proklamator dan pejuang kemerdekaan itu, ternyata milik seorang pedagang Thionghoa.

error: