SLAWI, smpantura – Petani di sejumlah wilayah Kecamatan Balapulang dan Lebaksiu, Kabupaten Tegal menjerit. Hal itu dikarenakan lahan pertanian di wilayah tersebut tidak mendapatkan suplai air. Penyebabnya, aliran irigasi yang diambil dari Sungai Gung tengah diperbaiki.
Ketua Kelompok Tani Makmur Timbangreja Kecamatan Lebaksiu, Wahyudin mengatakan, perbaikan Daerah Irigasi (DI) Gung di pintu air Sungai Gung Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang berakibat aliran irigasi ke sejumlah areal pertanian di wilayah Timbangreja dan sekitarnya, tidak teraliri air. Perbaikan saluran irigasi yang menyebabkan aliran air mengering telah dimulai sejak 3 Juli 2025. Petani mengaku senang dengan perbaikan saluran irigasi di wilayah tersebut, namun tidak ada sosialisasi ke para petani. Hal itu membuat petani tetap menanam padi dan jagung.
“Harusnya jauh-jauh hari petani diberitahu akan ada perbaikan irigasi, sehingga petani tidak menanam padi atau jagung,” katanya.
Menurut dia, akibat tidak adanya sosialisasi, petani tetap menanam padi dan jagung. Umur tanaman padi dan jagung bervariasi antara 3 Minggu hingga 2 bulan. Padahal, tanaman tersebut butuh suplai air yang cukup, minimal tiga hari sekali harus dialiri air.
“Kondisi tanaman saat ini sangat mengenaskan. Tanaman layu dan banyak juga yang sudah mati,” ujar Wahyudin.
Lebih lanjut dikatakan, lahan pertanian di Desa Timbangreja sudah sangat kering. Kondisi itu menyeluruh di 130 hektare di wilayah tersebut. Kondisi itu juga terjadi di beberapa desa yang mengandalkan air dari aliran irigasi DI Danawarih. Petani di Timbangreja hanya mengandalkan air dari aliran irigasi ini. Di wilayah tersebut, petani tidak memiliki sumur bor, karena selama ini air tercukupi dari aliran irigasi itu.
“Petani minta untuk air dialiri dulu untuk menyelamatkan tanaman yang ada. Kalau memang tidak bisa, kami minta ada kompensasi,” pintanya.
Ia meminta kompensasi atas tanaman yang terancam puso itu, minimal biaya produksi tanam diganti. Sedangkan, petani untuk menggarap sawah seluas 1 hektare membutuhkan modal sekitar Rp 8 juta. Padahal, di musim tanam kali ini di bulan 5 dan panen di bulan 8-9, kondisi panen biasanya melimpah. Hal itu karena cuaca bagus untuk tanam padi atau jagung. Tiap lahan sawah seluas 1 hektare bisa menghasilkan sekitar 4 ton padi.
“Pengeringan biasanya dilakukan di bulan 10 setiap tanggal 15 selama 16 hari. Kami tidak menanam karena sudah tahu akan ada perbaikan. Tapi, perbaikan ini tidak ada sosialisasi, sehingga petani tetap menanam,” jelasnya.
Anggota DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar mengaku banyak mendapatkan keluhan dari petani di dua kecamatan, yakni Danasari Kecamatan Balapulang, dan di Kecamatan Lebaksiu yakni di Timbangreja, Yomani, dan Kesuben. Jumlah lahan di wilayah tersebut mencapai ratusan hektare yang terancam puso atau gagal panen.
“Kami akan mengusulkan agar ada kompensasi bagi petani yang terdampak proyek perbaikan aliran DI Danawarih. Ini karena banyak petani yang tidak mendapatkan sosialisasi,” ujarnya.
Ditambahkan, perbaikan lantai DI Danawarih yang dilakukan PSDA telah dicek oleh Bagian SDA DPUPR Kabupaten Tegal dan PPL Lebaksiu. Kegiatan perbaikan lantai irigasi dengan cara dicor, menggunakan anggaran Pemerintah Pusat.
“Nanti dinas terkait bisa koordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk persoalan ini. Jika dimungkinkan bisa dimintakan kompensasi bagi petani yang mengalami kekeringan,” pungkasnya. (**)