Kabupaten Tegal pun dinyatakan terbebas, dari perilaku buang air besar sembarangan atau open defecation free, dari Kementerian Kesehatan RI dan berhak atas Anugerah STBM (Sanitasi Total Berbasis Berbasis Masyarakat) Award Berkelanjutan, Tahun 2020.
“Penurunan kasus diare ini memiliki relevansi positif terhadap penurunan angka stunting,” tandasnya.
Selain itu, upaya lain penanganan stunting melalui intervensi gizi sensitif adalah, merehab rumah tidak layak huni (RTLH).
Menurutnya, kasus balita stunting dapat berawal dari kondisi lingkungan rumah tinggal, yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga balita mudah sakit. Adapun jumlah RTLH yang berhasil dipugar sepanjang tahun 2014-2022 mencapai 10.907 unit.
“Upaya ini terlihat berat, tidak mudah. Tapi semuanya akan terasa ringan dan menjadi mudah jika diniati ibadah. Salah satunya mengamalkan surat An-Nisa ayat sembilan (Alquran), hendaklah kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah. Maka penanganan stunting ini termasuk upaya kita mencegah lahirnya generasi lemah yang jika tidak ditangani secara benar dan sungguh-sungguh akan menjadi beban umat di kemudian hari dan persoalan daya saing bangsa di masa depan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Tengah, Eka Sulistia Ediningsih mengungkapkan prevalensi balita stunting secara nasional berhasil diturunkan dari 24,4 persen di tahun 2021 menjadi 21,6 persen di tahun 2022, termasuk di Jawa Tengah yang juga mengalami penurunan, dari 20,9 persen menjadi 20,8 persen.
“Hal ini berarti masih harus bekerja keras untuk dapat menurunkan angka stunting minimal 3,4 persen per tahun agar di tahun 2024, prevalensi stunting Jawa Tengah bisa berada di bawah 14 persen,” kata Eka.