”Untuk solusi jangka pendeknya saat ini perlu dibangun talut-talut, nanti kita coba ke perusahaan-perusahaan BUMN bantu secepatnya,” tuturnya.
Lurah Kasepuhan, Umar Winanto, mengungkap kondisi pertanian desanya kini berada di titik paling rapuh dalam sejarah wilayah di tempatnya. Lahan pertanian yang terdampak rob itu sudah kurang lebih 100 hektar. Dan itu sudah permanen tidak bisa ditanami. Masih ada sekitar 30 hektar lahan pertanian dan hanya bisa panen satu kali setahun. Ia menjelaskan, total lahan pertanian di Kasepuhan sekitar 250 hektare dan lebih dari separuhnya kini mati tersapu rob harian.
”Ancaman rob bukan lagi sekadar bencana musiman, tetapi siklus air laut harian yang semakin merangkak ke selatan. Jarak rob ke permukiman tinggal sekitar satu kilometer, dan lima tahun terakhir air makin ke selatan,” ucapnya. (H56)
Umar melanjutkan, lebih dari 200 petani kini kehilangan mata pencaharian karena gagal panen yang berulang tanpa jeda. Saat air rob naik, ketinggian bisa mencapai setinggi lutut sehingga akses jalan tak terlihat dan aktivitas warga terhenti.
”Kalau air rob naik, itu hampir selutut, jalannya tidak kelihatan. Air laut biasanya mulai masuk sekitar tengah malam dan baru surut menjelang sore sehingga warga hidup dalam ritme tak tentu setiap hari,” ucapmnya.
Ia juga mengingatkan bahwa desa tetangga, Denasri, sudah lebih dulu kemasukan rob hingga merendam permukiman. Untuk di Kasepuhan, sekarang belum sampai ke permukiman, tapi melihat perkembangan lima tahun terakhir, itu bisa mengalami seperti yang di Denasri.
”Kalau tidak segera ditangani ya akhirnya ke permukiman juga,” kata Umar. (**)


