BREBES, smpantura – Puluhan komunitas dan seniman dari berbagai latar belakang di Bumiayu menggelar rapat konsolidasi bertajuk “Bumiayu Bergerak: Selamatkan RTH”.
Acara pada Minggu (8/6/2025) di Cafe Riverside Kalker, Kecamatan Bumiayu, Brebes itu digelar sebagai respons atas kabar pencoretan anggaran pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) oleh Pemkab Brebes.
Keputusan pencoretan anggaran tersebut menuai kekecewaan dari berbagai pihak, terutama warga yang selama ini mendorong hadirnya RTH sebagai ruang publik yang sehat dan inklusif. Komunitas menilai langkah Pemkab sebagai bentuk pengabaian terhadap hak dasar masyarakat atas lingkungan yang layak.
“RTH bukan soal estetika semata, ini kebutuhan dasar warga. Ketika pemerintah mencoretnya dari anggaran, itu berarti mencoret hak rakyat atas ruang hidup yang sehat,” kata Hendri Yetus, perwakilan komunitas.
Seniman suling asal Bumiayu, Rahman Khan, juga menyoroti pentingnya keberadaan RTH sebagai ruang ekspresi budaya.“Para seniman butuh ruang untuk tampil, berekspresi, dan menyatu dengan warga. Kalau ruangnya saja tidak ada, bagaimana mungkin kehidupan budaya bisa tumbuh?” ujarnya.
Melalui diskusi yang digelar dalam forum tersebut, peserta menyepakati empat poin tuntutan sebagai sikap bersama terhadap Pemkab Brebes, yaitu:
1. Menilai Pemkab Brebes tidak serius dan lamban dalam merespons kebutuhan pembangunan RTH.
2. Mendesak penganggaran ulang agar RTH Bumiayu bisa segera direalisasikan.
3. Menyatakan kesiapan masyarakat untuk bergerak secara swadaya.
4. Merancang skema pengelolaan RTH berbasis komunitas.
Rapat juga menghasilkan sejumlah rencana aksi lanjutan, termasuk koordinasi massa untuk aksi terbuka, advokasi hukum agar pengelolaan RTH berbasis masyarakat mendapat pengakuan resmi, serta pembentukan tim pengelola dari komunitas lokal.
Lebih dari 20 komunitas menyatakan dukungan terhadap gerakan ini, di antaranya Brebes Membaca, Rumah Seni Bumiayu, Kamarta Flute, Gubuk Literasi, FLP Bumiayu, Mandala Taruna, Blakasuta, Oyod Literasi, dan Presidium Taman Nasional Gunung Slamet.
“Kami bergerak bukan semata karena kecewa, tapi karena peduli. Bumiayu butuh RTH, bukan janji politik yang dicoret di tengah jalan,” pungkas Hendri. (**)