Slawi  

Ruwat Bumi Desa Rembul Tegal, Potong Kebo Bule Agar Masyarakat Makmur

SLAWI, smpantura – Ratusan warga Desa Rembul dan sekitarnya di Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal tumplek blek di Ruwat Bumi Desa Rembul di wisata Lembah Rembulan, Senin (14/7). Ruwat Bumi itu dimeriahkan dengan arak-arakan tumpeng, penampilan kesenian kuntulan, jaran lumping dan penampilan lainnya.

Hadir dalam acara tersebut, Kepala Porapar Kabupaten Tegal Uwes Qoroni, Anggota DPRD Kabupaten Tegal Sri Lestari, Camat Bojong Domiri, Ketua APDESI Kabupaten Tegal Yuswan Maulana, Pemilik Wisata Guci Forest H Pandi, dan tokoh masyarakat lainnya.

Kemeriahan Ruwat Bumi Rembul diawali dengan ratusan warga yang mengarak tumpeng dari dusun masing-masing. Mereka berjalan kaki dan menggunakan kendaraan pikup. Tumpeng yang dibawa warga dijejer di lokasi ruwatan. Hujan rintik-rintik di wisata Lembah Rembulan menambah suasana semakin sakral.

Kepala Desa Rembul, Ibnu Efendi mengatakan, Ruwat Bumi Rembul merupakan agenda rutin setiap bulan Suro atau Muharram. Tahun ini, ruwat bumi dilakukan berbeda karena ada penyembelihan Kebo Bule. Kebo Bule yang merupakan bantuan dari Pemilik Wisata Guci Forest H Pandi itu, disembelih sehari sebelum kegiatan ruwat bumi. Daging Kebo Bule dibagikan ke masyarakat sebagai lauk tumpeng.

“Kebo Bule sebagai simbol kekuatan dan kemakmuran bagi masyarakat Desa Rembul,” katanya.

Selain itu, kata dia, hewan satu ini memiliki banyak manfaat selain dagingnya. Kotoran Kebo Bule juga bisa untuk menyuburkan tanah dan tanaman di Desa Rembul.

BACA JUGA :  Ribuan Pencari Kerja Serbu Job Fair SMK Pusat Keunggulan

“Kami berharap Ruwat Bumi di Lembah Rembulan terus dilestarikan sampai kapan pun,” katanya.

Kepala Popapar Kabupaten Tegal, Uwes Qoroni yang menyampaikan sambutan Bupati Tegal, H Ischak Maulana Rohman menuturkan, Ruwat Bumi merupakan bentuk kearifan lokal yang penuh makna. Ini merupakan warisan para leluhur yang menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan berkah alam, rezeki, hasil bumi, ketentraman serta keselamatan bagi masyarakat dan lingkungan. Tradisi ini juga menjadi simbol kearifan lokal masyarakat yang sangat menjunjung tinggi keseimbangan antara manusia, alam, dan sang pencipta.

“Dalam era globalisasi saat ini, budaya asing dengan mudah masuk ke segala lapisan masyarakat, termasuk melalui media sosial, hiburan, dan gaya hidup. Di tengah arus tersebut, kita tidak boleh melupakan jati diri bangsa,” katanya.

Bupati meminta masyarakat untuk mewariskan nilai-nilai budaya kepada generasi muda, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang menghargai warisan luluhur, menjaga lingkungan, dan mencintai desanya. Menjaga dan melestarikan adat seperti ruwat bumi ini menjadi bentuk keteguhan jati diri sebagai bangsa yang berbudaya. Selain itu, kegiatan ini juga memupuk kekuatan sosial yang menghidupkan semangat kebersamaan, persatuan, gotong royong, dan cinta terhadap tanah kelahiran.

“Jika tidak dijaga, kita akan kehilangan akar dan generasi mendatang akan tumbuh tanpa mengenal identitasnya sendiri,” katanya. (**)

error: