Budaya  

Sejarah Odong-Odong, Ternyata Berasal dari Tradisi Ritual Kepercayaan Totemisme

Jadi penamaan odong-odong akhirnya terbawa hingga ke permainan anak. Namun, tentu saja odong-odong sekarang tak ada hubungannya dengan ritual dahulu, hanya namanya saja yang digunakan.

Dikutip dari jurnal berjudul ‘Bentuk dan Fungsi Odong-Odong di Jakarta’ yang ditulis oleh Awang Eka Novia Rizali dari jurusan Desain Produk FSRD, Universitas Trisakti, menjelaskan bahwa odong-odong mulai marak muncul dan menjamur pada tahun 2000-an di Indonesia, di Jakarta, dan kota besar lainnya.

Kemunculan odong-odong diawali dengan jenis odong-odong yang dijalankan dengan sistem kayuh seperti sepeda. Pengemudi berada di belakang, kemudian mainan mobil-mobilan atau bentuk lainnya dipasang dan digerakkan dengan cara dikayuh. Kemudian, odong-odong pun ada pula yang bertransformasi menjadi transportasi untuk berkeliling kota.

Umumnya, odong-odong menjadi wahana permainan bagi anak-anak. Di dalam odong-odong, biasanya diputar lagu anak untuk tambahan hiburan.

BACA JUGA :  Tradisi Mengantarkan Haji Sudah Ada Sejak Jaman Kolonial

Meski dulu sempat berkeliaran bebas, namun kini, tepatnya di 2013, odong-odong dilarang beroperasi di jalan raya. Landasan pelarangan terjadi karena odong-odong menyalahi aturan uji tipe dan lalu lintas serta dinilai tidak aman. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kendati begitu, odong-odong masih bisa ditelorir jika hanya beroperasi di komplek perumahan dan jalanan perumahan, dan tidak ke jalan raya yang besar dan padat.

Bahkan, fungsi odong-odong meluas menjadi alat transportasi untuk menuju obyek wisata. Di Kabupaten Tegal, odong-odong kerap dijadikan alat transportasi paket wisata. Biasanya, setiap orang dikenakan tarif Rp 50 ribu untuk naik odong-odong, sekaligus tiket masuk wisata.

error: