KURIKULUM Merdeka sudah dilaksanakan diberbagai sekolah, baik jenjang SD, SMP, maupun SMA. Namun apakah kurikulum merdeka juga berlaku untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Meskipun para murid SLB memiliki keterbatasan fisik maupun kemampuan lainnya, penerapan kurikulum merdeka sudah dilaksanakan di SLB. Kurikulum merdeka diimplementasikan dengan memberikan kebebasan bagi instansi pendidikan, termasuk kepala sekolah, guru, serta siswa untuk menentukan topik atau tema yang diminati dan ingin dipelajari. Mereka juga bebas untuk menentukan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan.
Konsep kurikulum merdeka merupakan kebijakan terbaru dalam dunia pendidikan nasional. Konsep ini berfokus pada materi yang esensial dan fleksibel sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan dari masing-masing karakteristik siswa. Metode pengajaran yang umum digunakan dalam pengajaran ABK yaitu komunikasi, analisis tugas, intruksi langsung, prompts dan pembelajaran kooperatif. Khusus di SLB Negeri 1 Pemalang, penerapan kurikulum merdeka selalu bersinergi atau selaras dengan program vokasi. Hal tersebut dilakukan agar penerapan kurikulum merdeka di SLB bisa berjalan maksimal sesuai harapan dan tidak kalah dengan sekolah umum. Program vokasi yang diterapkan di SLB 1 Pemalang dalam rangka implementasi kurikulum merdeka antara lain, vokasi masak, tata rias, menjahit, pengolahan sampah, maupun membatik. Mata pelajaran keterampilan untuk peserta didik berkebutuhan khusus memiliki porsi yang paling besar dibandingkan mapel lainnya. Hal ini dikarenakan projeksi pendidikannya adalah kemandirian, sehingga peserta didik disiapkan untuk menjadi lulusan siap kerja dan mampu berwirausaha. Capaian Pembelajaran (CP) mata pelajaran keterampilan tersebut didasarkan pada SK3PD (standar kompetensi kerja khusus bagi penyandang disabilitas) yang se dengan SKKNI. CP ini bersifat fleksibel karena dibuat secara global dan dapat diterapkan untuk semua ketunaan dengan patokan kondisi anak berhambatan intelektual. Untuk peserta didik yang tidak memiliki hambatan intelektual, dapat tetap menggunakan CP yang sama dengan satuan pendidikan reguler. Adapun peserta didik berkebutuhan khusus menerapkan projek penguatan profil pelajar Pancasila dengan mengusung tema yang tidak berbeda dengan satuan pendidikan reguler, hanya saja kedalaman materi dan aktivitas disesuaikan dengan karakteritik dan kebutuhan peserta didik.(Farisa Risnawati)
Penulis : Farisa Risnawati, S.Pd Guru Bahasa Indonesia di SLB Negeri 1, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah