“Dalam menumbuhkembangkan ekonomi baru tidak bisa sendiri, maka 7 kabupaten/kota di Soloraya kita jadikan satu dalam Soloraya Great Sale 2025. Ini akan jadi role model dan akan kami geser sacara terus-menerus ke Pati Raya, Pekalongan Raya, Semarang Raya, dan eks karesidenan lain di Jawa Tengah,” katanya.
Replikasi SGS 2025 di lima eks karesidenan lain se-Jawa Tengah tersebut,secara tidak langsung perputaran ekonomi bisa merata. Dikatakan, gerakan aglomerasi ekonomi ini juga menjadi wacana Jawa Tengah sentral ekonomi baru. Di mana secara strategis geografis Jawa Tengah adalah pakunya Nusantara.
“Kami berkomitmen dengan seluruh kabupaten/kota se-Jawa Tengah harus punya daya dobrak danau bersaing dengan cara melakukan investasi dari dalam negeri maupun luar negeri,” jelas Luthfi.
Ia menyebutkan, investasi di Jawa Tengah sampai triwulan II 2025 sudah mencapai hampir Rp 45,2 triliun. Investasi ini juga untuk mendukung upaya mewujudkan swasembada pangan, di mana Jawa Tengah salah satu penyumbang pangan terbesar secara nasional.
“Begitu aglomerasi cukup, maka kita ekspansi kepada gubernur di wilayah samping. Itu tidak cukup maka kita investasi ke luar negeri. Aglomerasi ini juga untuk menghilangkan ego sektoral dan one man show,” katanya.
Ketua Pelaksana Soloraya Great Sale 2025, Ferry S Indiarto, mengatakan, event ini ditutup dengan nilai transaksi mencapai hampir Rp 10,7 triliun dari total frekuensi transaksi sebanyak 5,4 juta. Jumlah transaksi UMKM sekitar 232 ribu dengan nilai total Rp 222 miliar, transaksi di pasar tradisional sekitar 281 ribu dengan nilai total Rp 350 miliar. Selain itu juga terdapat transaksi menggunakan QRIS senilai total sekitar Rp 3,7 triliun. (**)