Slawi  

Tawur Berujung Maut, Puluhan Anak Diproses Hukum

SLAWI, smpantura – Polres Tegal menggelar konferensi pers terkait kasus pengeroyokan dan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan satu pelajar SMP di Kota Slawi, Kabupaten Tegal meninggal, Senin (13/3).

Konferensi pers dipimpin Kapolres Tegal, AKBP Mochammad Sajarod Zakun, turut dihadiri pejabat Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, pengawas sekolah, guru, kepala sekolah dan orangtua anak-anak yang berhadapan dengan hukum dan berkonflik dengan hukum.

Dalam konferensi pers tersebut, terungkap tawuran yang terjadi di Jalan lingkar Kota Slawi (Jalingkos) Desa Curug , Kecamatan Pangkah pada Kamis (9/3) sekitar pukul 15.00 WIB, terjadi antara dua kelompok pelajar, yang sebagian besar berstatus pelajar SMP/MTs dan SMK.

PENGARAHAN: Puluhan pelajar mendapat pengarahan dari Kapolres Tegal AKBP Mochammad Sajarod Zakun pada saat konferensi pers kasus tawuran di jalan lingkar Kota Slawi, Senin (13/3).

Kejadian memilukan dipicu saling ejek dan tantang di media sosial, hingga akhirnya melakukan tawuran di jalingkos. Puluhan pelajar terlibat dalam kejadian itu.

Dalam aksinya, mereka membawa dan menggunakan senjata tajam seperti celurit, samurai, pedang dan gobang sisir.

Korban AFA (15) ditemukan di area persawahan dengan menggunakan seragam sekolah. Tubuhnya ditemukan oleh warga dalam kondisi bersimbah darah dengan luka di bagian kaki dan tangan.

Oleh Polsek Pangkah, korban dibawa ke RSUD dr Soeselo Slawi. Namun, dalam penanganan medis, koban meninggal karena mengalami pendarahan hebat. Malam itu juga, jenazahnya diautopsi oleh tim DVI Polda Jateng.

“Korban meninggal dunia karena arteri di bagian paha putus sehingga terjadi pendarahan hebat dan mengakibatkan korban kehabisan darah sehingga yang bersangkutan tidak tertolong. Selain luka bacok di paha, banyak luka di bagian tangan dan jari,”jelas Kapolres Tegal, AKBP Mochammad Sajarod Zakun.

Kapolres mengatakan, dalam kasus ini enam anak harus berhadapan dengan hukum, karena terlibat tindak kekerasan hingga mengakibatkan korban yang merupakan putra salah satu anggota DPRD Kabupaten Tegal meninggal.

Dalam kejadian itu, enam anak ini mengejar korban yang hendak menyelamatkan diri karena tertinggal oleh kelompoknya. Mereka melukai korban dengan menggunakan senjata tajam yang dibawa.

Enam anak ini adalah RDA (17), RS (17) , EAP (16), GZM (15), J (13) dan DAA (17).

Mereka disangkakan pasal 80 ayat 3 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak jo pasal 170 ayat (2) huruf 3e KUHP, tentang kekerasan yang dilakukan bersama-sama dan karena pelaku membawa senjata tajam maka juga disangkakan UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951.

Dari para pelaku diamankan tiga buah celurit, satu gobang sisir dan satu buah samurai serta satu buah gawai milik RS.

Polres Tegal juga menetapkan 14 orang sebagai tersangka/anak berkonflik dengan hukum karena membawa senjata tajam dalam kejadian itu.

Dua tersangka merupakan orang dewasa yakni MEA (19) dan ERP (19). Sementara 12 anak yang berkonflik dengan hukum MRM (15), MBT (16), AAS (17), AMI (15), FNI (16), MP (14), DRS (14), DFM (16), RR (17), WHA (18), MMF (15) dan MAF (16).

BACA JUGA :  Deni Caknan Hanyutkan Hati Warga Tegal

Dari 14 anak ini polisi mengamankan barang bukti berupa lima bilah celurit, satu bilah samurai, dua bilah pedang dan satu bilah gobang sisir.

Sajarod mengatakan, dalam pengembangan kasus tersebut, salah satu pelaku yakni MEA diketahui melakukan kekerasan terhadap satu anak, HHO (15) di salah satu minimarket di Procot pada 26 Februari 2023 pukul 02.00 WIB, dini hari.

Aksi kekerasan yang dilakukan terekam CCTV dan sempat viral beberapa waktu lalu. Berkaitan kasus tersebut, polisi juga mengamankan AMI (15) yang mengambil gawai korban HHO yang terjatuh dan menjualnya, serta DAA (18) yang membeli gawai hasil kejahatan yang dilakukan AMI. Mereka disangkakan UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 dan pasal 362 KUHP.

“Infomasi yang kami sampaikan merupakan peristiwa yang berawal dari kejadian tawuran dan setelah kami kembangkan ada kejadian lain yang terjadi sebelumnya. Kesimpulannya, mereka satu kelompok atau geng pada usianya,”tutur Sajarod.

Kapolres Tegal menuturkan, adanya kelompok yang didalamnya terdapat pelajar SMP/MTs dan SMK sangat disayangkan.

Sebab, di usia produktif dan masanya mencari jati diri, mereka justru salah pergaulan.

“Untuk itu, kami mengimbau kepada orangtua untuk lebih mengawasi putra-putrinya, jangan sampai menjadi korban apalagi berhadapan dengan hukum. Tugas pelajar adalah belajar,”tegasnya.

Kasat Reskrim Polres Tegal, AKP Vonny Farizky menambahkan, secara keseluruhan terdapat 31 orang pelaku yang terlibat kasus ini.

Sementara itu, Kasi Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Mahmudi, dalam konferensi pers tersebut menyampaikan, menyikapi kejadian tawuran pelajar yang marak di Kabupaten Tegal, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada Kepala Sekolah tingkat SD,SMP dan KWK.

Dalam surat itu, ada beberapa imbauan, diantaranya kepala satuan pendidikan melakukan pemantauan terhadap anak didik, baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah, berkerjasama dengan orangtua dan instansi terkait (Polres Tegal).

Anak didik juga dilarang membawa alat elektronik berupa handphone. Apabila handphone membantu untuk kegiatan pembelajaran, setiap kegiatan pagi diserahkan pada guru kelas atau wali kelas dan disimpan di loker, setelah itu tetap terpantau. Anak didik juga dilarang membawa senjata tajam, termasuk membawa silet.

“Kami berharap kejadian ini tidak terjadi lagi di masa datang baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta,”jelasnya.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan juga tengah merencanakan satu aplikasi yang bisa melaporkan kegiatan setiap peserta didik, baik di rumah, sekolah dan luar sekolah, agar kegiatannya terpantau. Hal ini sekaligus sebagai upaya pembentukan karakter siswa. (T04-Red)

error: