BATANG, smpantura – Majalah dinding (mading) yang marak di era tahun 1990 hingga 2000-an, mulai digencarkan kembali oleh pelajar SMKN 1 Batang. Meski persaingan dengan teknologi digital makin sengit, namun geliat itu ditunjukkan lewat digelarnya lomba mading agar kemampuan literasi dan tulis anak tidak tergeser oleh kecanggihan teknologi informasi.
Ketua Panitia sekaligus guru bahasa Indonesia Kiki Oktavia mengatakan, meskipun setiap harinya berkutat dengan aktivitas pelajaran kewirausahaan, ternyata kreativitas anak dalam mengolah kata dan sastra semakin meningkat.
” Dari tata letak, redaksi dan konten dibuat sendiri, mereka punya potensi yang diibaratkan berlian terpendam dan perlu diberi ruang berkarya,” ujarnya saat memantau proses pembuatan mading untuk memeriahkan Bulan Bahasa di ruang kelas SMKN 1 Batang, Kabupaten Batang, Jumat (4/10).
Dia menjelaskan, melihat antusiasme warga sekolah, event ini akan digelar rutin setiap bulannya yang dirutinkan setiap kelas bergantian dengan tema berbeda-beda. Beragam even lain juga digelar untuk memeriahkan Oktober sebagai Bulan Bahasa. Di antaranya workshop revitalisasi perkabaran sekolah, parade karya sastra, penerbitan buku dan uji kompetensi bahasa Indonesia.
” Kelas di sini beragam, jadi bisa dinikmati sambil berkeliling karena karya mading anak akan dipajang di belakang kelas,” ujarnya.
Salah satu perwakilan peserta Farela kelas X DKV 1 mengungkapkan, madingnya berjudul “TEKAT” atau Tempelan Karya DKV Satu bertema adat Jawa. Di dalamnya ada beragam karya sastra seperti komik “Kehilangan”, puisi “Kasih Sayang kepada Ibu” dan lainnya. Farela mengungkapkan, tidak mempermasalahkan dengan digitalisasi karya sastra, namun tetap saja ada sisi lebih dan kurangnya.
” Memang enak tinggal baca di handphone, tapi kekurangannya kita jarang berinteraksi dan mata jadi cepat sakit. Lebih asyik baca karya sastra konvensional di perpustakaan, setidaknya sepekan sekali,” ujarnya. (**)