Slawi  

Unggulkan Peran Perempuan Tangani Stunting

Namun demikian, di depan presenter Zilvia Iskandar selaku moderator, Umi mengaku, selama pandemi lalu, angkanya sempat melonjak, menjadi 28 persen di tahun 2021.

Sehingga dari sini, pihaknya memperkuat koordinasi, yang tidak hanya dari lingkup pemerintahan saja, tapi juga pentahelix, dengan melibatkan elemen masyarakat, komunitas peduli, hingga pelaku usaha, yang ditunjang adanya sinkronisasi perencanaan, dengan penganggarannya.

Kerja sama dengan organisasi perempuan, seperti Muslimat NU, Fatayat NU, Aisyiyah dan Nasyiatul Aisyiyah, menjadi modal sosial yang kuat, untuk menjangkau sasaran ibu hamil dan balita stunting, melalui program pemberian makanan tambahan, dan bunda angkat balita stunting.

“Selain semangat militansi dan kemandirian yang tinggi, organisasi perempuan Muslimat NU, Fatayat NU juga Aisyiyah ini punya peran penting menjembatani program pemerintah di wilayah, sebab rantai strukturalnya masuk sampai ke desa-desa,” jelasnya.

BACA JUGA :  Kabar Gembira, Insentif Guru Ngaji Kabupaten Tegal Bakal Naik Jadi Rp 2 Juta di 2026

Lebih lanjut, Umi menggaris bawahi, bahwa data menjadi elemen terpenting, untuk menjamin efektivitas intervensi gizi sensitif, maupun spesifik penanganan stunting.

Metode sampling, pada SSGI menurutnya, hanya digunakan untuk mengetahui besaran masalah di daerah.

Selebihnya untuk mendeteksi, mengidentifikasi masalah riil gizi balita dan jenis intervensinya diperlukan data, by name by address.

“Strategi penanganan stunting kita fokuskan ke desa-desa, dengan kasus stunting tertinggi. Di sini, desa yang jadi ujung tombaknya, untuk mengintervensi sembilan variabel gizi spesifik dan 11 variabel gizi sensitif. Sehingga, ini harus didukung data balita dan ibu hamil by name by address,” ujarnya.

error: