Kabid Sarana Distribusi dan Perizinan Perdagangan Dnas Koperasi, UMKM dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Teguh Imam Prayitno membenarkan adanya kebijakan mewajibkan surat izin saat pedagang tidak jualan. Surat izin bisa dari dokter saat sakit, atau surat izin dari RT atau desa saat ada kepentingan pribadi. Jika tidak jualan tanpa surat izin, maka akan dijadikan tunggakan tagihan.
“Jika mengacu pada Perda, jualan atau tidak jualan harus tetap bayar retribusi, karena menggunakan aset daerah. Tapi, kami ambil kebijakan kalau tidak jualan harus disertakan surat izin,” terangnya.
Dijelaskan, surat izin saat tidak jualan, diserahkan ke UPTD 1 yang membawa Pasar Trayeman. Jika menyerahkan surat izin, maka tidak dikenakan tunggakan retribusi.
Menanggapi soal e-retribusi, Teguh membeberkan, Pasar Trayeman sebelumnya dikelola oleh pihak ketiga CV Karsa Bayu. Pada saat itu, tidak ada pungutan retribusi. Setelah diambil Pemkab Tegal karena kontrak pengelolaan sudah habis, maka Pemkab Tegal menarik retribusi sesuai Perda Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
“Sebelum adanya e-retribusi, pedagang bisa bayar separuhnya. Kalau dengan e-retribusi harus bayar penuh, karena tidak menjadi tunggakan,” katanya.
Kondisi itu, lanjut dia, membuat pedagang Pasar Trayeman merasa keberatan. Padahal, tarif retribusi sudah sesuai aturan, yakni Pasar Trayeman Tipe A untuk kios Rp 500 permeterpersegi perhari, los Rp 400 permeterpersegi perhari, serta tambahan uang kebersihan Rp 500 perhari. Untuk keamanan tidak masuk dalam Perda, namun inisiatif para pedagang pasar.
“Lemparkan juga ada tarifnya Rp 350 permeterpersegi perhari, tapi masih manual dengan karcis,” kata Teguh.


