Sumber penularan umumnya berasal dari sistem air buatan seperti keran air, pemanas air (water heater), AC, pelembap udara (humidifier), pancuran buatan, atau kolam air panas. Bakteri Legionella spp. secara alami hidup di berbagai sumber air alami seperti danau, sungai, dan air tanah.
Sebagian besar kasus Legionellosis di dunia terkait dengan sumber air buatan. Risiko meningkat ketika orang tidak melakukan pemeliharaan rutin pada sistem seperti air perpipaan, AC, kolam renang, cooling tower, air mancur, shower, jacuzzi, mesin pembuat es, sprinkle fan, dan dispenser.
Sarmanah menuturkan, penyakit Legionellosis umumnya memunculkan gejala seperti demam, batuk, sakit kepala, sulit bernapas, tidak nafsu makan, serta menggigil. Sebagian penderita penyakit Legionellosis bisa mengalami nyeri otot dan diare. Tak jarang, gejala penyakit Legionellosis diawali dengan batuk.
Gejala Legionellosis bervariasi dari penyakit demam ringan (demam Pontiac) hingga pneumonia yang cepat dan berpotensi fatal (penyakit Legionnaires).
“Masa inkubasi Legionellosis berkisar dari 5 jam-2 hari (demam Pontiac) dan dari 2-10 hari (penyakit Legionnaires),” sebutnya.
Secara umum, angka kematian Legionellosis berkisar antara 3-10%. Keberadaan Legionellosis pada manusia di Indonesia masih belum banyak diketahui, termasuk di Kabupaten Tegal.
Masyarakat dapat melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyakit Legionellosis. Salah satunya dengan memelihara menara pendingin ruangan secara rutin, termasuk menambahkan klorin secara periodik. Selain itu, penting untuk menjaga kebersihan sistem air panas dan dingin, mempertahankan suhu pemanas air di 60°C, suhu keran minimal 50°C, serta menghindari genangan air.