Slawi  

Delapan Ribu Penerima JKN PBI Dihapus Mulai September 2023

SLAWI, smpantura – Sekitar delapan ribu warga Kabupaten Tegal, penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dihapus mulai September 2023.

Hal itu dikarenakan, jumlah penerima tersebut tidak masuk dalam Data Terpadu Keluarga Sejahtera (DTKS).

Hal itu diungkapkan Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar, Rabu (20/9). Ia mengatakan, kebijakan penghapusan penerima PBI JKN dari Pemerintah Pusat.

Alasannya, karena penerima PBI JKN tidak masuk dalam DTKS. Artinya, mereka, dikategorikan orang yang mampu. Namun demikian, diyakini banyak, yang memang membutuhkan jaminan kesehatan tersebut.

“Jadi, kalau nanti ada warga yang tidak bisa menggunakan KIS, maka dia sudah dihapus dari penerima PBI JKN pada September ini,” ujarnya.

Penghapusan data itu, kata dia, juga disebabkan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) status pekerjaan wiraswasta.

Status itu juga, tidak bisa masuk dalam DTKS yang secara otomatis juga dihapus, menjadi penerima PBI JKN. Hal itu berimbas pada semua anggota keluarga yang masuk dalam Kartu Keluarga (KK).

“Jadi kepala keluarga yang dianggap mampu, maka anggota keluarga lainnya yang masuk KK, juga dianggap mampu semua,” jelasnya.

BACA JUGA :  Mati Suri, Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Hidupkan Kembali Program Pamsimas di Sitail Tegal

Menurut dia, jika ada warga penerima PBI JKN yang telah dihapus, bisa mengajukan klarifikasi kepada operator desa. Nantinya, operator desa akan kembali memasukan ke penerima JKN PBI. Akan tetapi, untuk keberhasilan masuk data JKN PBI, tergantung kebijakan Pemerintah Pusat.

“Mungkin tidak mudah, tapi ini usaha agar bisa kembali masuk sebagai penerima JKN PBI,” ucap politisi PKB itu.

Jafar membeberkan, dalam Perubahan APBD Kabupaten Tegal tahun 2023, dianggarkan untuk penambahan alokasi PBI JKN yang bersumber dari APBD 2 sebesar Rp 4,466 miliar.

Anggaran tambahan itu untuk menanggung PBI JKN yang bersumber dari APBD 2. Sebelumnya dalam APBD Murni Kabupaten Tegal tahun 2023, anggaran PBI JKN sebesar Rp 29,1 miliar menjadi Rp 33,6 miliar.

“Operator desa diminta untuk memasukkan data berdasarkan Musdes dan kondisi riil, tanpa mengedepankan like and dislike,” pungkasnya. (T05-Red)

error: