SLAWI, smpantura – Pangeran Purbaya yang merupakan putra Raja Mataram, Sutawijaya, makamnya ada dimana-mana. Salah satunya ada di Desa Surajaya, Kecamatan/ Kabupaten Pemalang. Makam ini kerap menjadi rujukan masyarakat untuk berziarah dan mendapatkan berkah.
Makam Pangeran Purbaya berada di kawasan wisata Wippas Surajaya. Lokasi makamnya berada di atas bukit, sehingga saat akan berziarah harus menitih tangga sekitar 100 meter.
Saat menitih tangga menuju makam Pangeran Purbaya, di kanan kiri biasanya disambut kawanan monyet. Mereka bergelantungan di pepohonan, dan kadang mendatangi para peziarah untuk mendapatkan makanan.
Saat memasuki kawasan makam Pangeran Purbaya, ada dua bangunan. Satu bangunan untuk perlengkapan, dan bangunan lainnya untuk makam. Ada dua makam, yakni makam Pangeran Purbaya dan makam Ki Ageng Pasingsingan.
Dua makam itu telah dibangun permanen, namun tidak ada pagar kelilingnya. Namun, kondisi makam bersih dan banyak bekas bunga dan wewangian. Lokasi makam itu dikelilingi pohon-pohon besar yang membuat adem dan sejuk.
Lalu, bagaimana Pangeran Purbaya bisa sampai di Surajaya dan siapakan Ki Ageng Pasingsingan?.
Juru Kunci Makan Pangeran Purbaya di Desa Surajaya, Kecamatan/ Kabupaten Pemalang, Darnoko menceritakan, Pangeran Purbaya berasal Mataram dengan nama kecil Jaka Umbaran. Pangeran Purbaya merupakan anak dari Roro Rembayung dengan Sutawijaya atau Panembahan Senopati. Jaka Umbaran yang bergelar Pangeran Purbaya diutus ayaknya untuk meminta upeti atau pajak ke Kesultanan Cirebon yang kekuasaannya masih di bawah ke Sultanan Mataram.
“Saat tiba di Kasultanan Cirebon, Pangeran Purbaya tidak disambut dengan baik. Kasultanan Cirebon tidak mau memberikan pajak, karena mau memisahkan diri dari Mataram,” terang Darnoko.
Kasultanan Cirebon memberontak dengan menurunkan Senopati Kasultanan Cirebon, Ki Ageng Pasingsingan. Pasukan Pangeran Purbaya dan Ki Ageng Pasingsingan bertempur hingga sampai di Desa Surajaya. Setelah beberapa hari bertempur, tidak ada kalah dan menang. Bahkan, keduanya akhirnya berdamai dan saling memaafkan hingga terjadi suasana haru. Tetesan air mata Pangeran Purbaya dipercaya masyarakat sekitar membuat sebuah danau kecil, yang berada di sebelah selatan makan.
“Danau itu merupakan tetesan air mata Pangeran Purbaya yang hingga saat ini tidak pernah kering, walaupun suasana kemarau,” kata Juru Kunci Darnoko itu.
Saat ditanya sosok Pangeran Purbaya, Darnoko menjelaskan, sosok Purbaya yang dituturkan para peziarah saat tirakat ada beberapa versi, kadang menampakan diri dengan memakai jubah seperti orang arab dan kadang pakaian Jawa.
Ia mengaku tidak boleh menceritakan hal-hal gaib yang terjadi di makan, walaupun dirinya kerap berkomunikasi dengan Pangeran Purbaya.
Terkait adanya beberapa makam Purbaya di sejumlah wilayah, termasuk Kabupaten Tegal, Jogja dan beberapa daerah lainnya, juru kunci ini menuturkan, bahwa mungkin ada beberapa peninggalan yang membuat masyarakat meyakini adanya makan di situ. Akan tetapi, dimungkinkan karena Pangeran Purbaya orang sakti, sehingga bisa menjadi beberapa wujud. Dirinya meyakini bahwa Pangeran Purbaya merupakan orang Soleh dan suci, sehingga pantas untuk dijadikan tauladan.
“Kalau masyarakat Surajaya meyakini bahwa di lokasi ini adalah Makan Pangeran Purbaya,” ujarnya.
Sebelum covid, makam Pangeran Purbaya ramai hampir tiap hari. Namun, saat ini hanya ramai tiap Jumat Kliwon. Jika orang akan tirakat biasanya mulai dari Rabu Pon, Kamis Wage dan Jumat Kliwon. Banyak yang datang minta izin kepada dirinya, namun banyak juga yang datang sendiri, karena makan terbuka tidak ada pintunya.
“Yang datang biasanya orang yang sedang kesusahan secara ekonomi atau ada masalah lainnya. Mereka di sini menenangkan diri, introspeksi diri dan meminta petunjuk Alloh SWT. Intinya mereka meminta berkah kepada Alloh SWT dengan perantara tirakat di Makam Pangeran Purbaya. Saya juga memberikan nasihat secara syariat agama,” bebernya.
Jika berhasil, lanjut dia, mereka biasanya datang kembali dan memberikan sesuatu untuk membantu perbaikan makam. Jika ingin tirakat ke makam Pangeran Purbaya, juru kunci juga menyodorkan syarat khusus agar hajatnya bisa terkabul. Namun, kembali lagi bahwa keberhasilan itu merupakan kewenangan Alloh SWT.
“Peziarah itu macam-macam, tergantung keinginannya. Jika ingin khusus, maka syaratnya ya khusus,” katanya.
Mbah Darnoko berpesan agar para peziarah tetap mengedepankan adab orang Jawa. Jika ingin berziarah paling tidak izin, karena dirinya dan para juru kunci lainnya minimal yang membersihkan makam, sehingga peziarah nyaman.
“Bukan apa-apa, tapi adanya juru kunci di sebuah makam, agar bisa tertata dengan baik,” pungkasnya. (T05_Red)