TEGAL, smpantura – Peran serta guru agama, orang tua dan lingkungan masyarakat, menjadi penting dalam memberikan perhatian serta kepedulian kepada anak, di tengah maraknya fenomena tawuran pelajar di Kota Tegal.
Hal tersebut mengemuka, saat anggota Fraksi PKS DPRD Kota Tegal, Tauchdin, didampingi Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Tegal, Budi Saptaji, menjadi nara sumber podcast DPRD Kota Tegal, Senin (29/7) kemarin.
Menurut Tauchidin, dibutuhkan sinergi seluruh pihak, baik pemerintah ekskutif dan legislatif, orang tua serta guru, untuk mencegah terjadinya tawuran antar kelompok remaja. Terlebih, tawuran yang terjadi di Kota Tegal, mulai merebak hingga pelajar jenjang SMP.
“Kondisi ini menjadi keprihatinan bersama. Bukan saja menjadi tugas pemerintah, tetapi juga dibutuhkan peran serta orang tua dan guru, terutama guru agama, untuk membentuk karakter dan moral, sehingga dapat mencegah terjadinya kenakalan remaja,” kata Tauchidin.
Dijelaskan dia, penyebab terjadinya tawuran termaktub dalam surat Al Hujarat ayat 11, yang kurang lebih memiliki arti ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum lain (karena) boleh jadi mereka lebih baik dari mereka yang mengolok-olok’.
Tauchidin yang juga guru agama Islam menegaskan, sering kali aksi kenakalan remaja seperti tawuran disebabkan karena adanya ketersinggungan atau olok-olok antar remaja.
“Apalagi sekarang ini banyak sekali sosial media yang bisa saja menjadi sarana itu. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama yang baik antara orang tua di rumah, guru di sekolah dan masyarakat di lingkungan,” jelasnya.
Hal yang sama dikatakan Budi Saptaji, yang menganggap belum ditemukan formula dan solusi efektif untuk mengantisipasi terjadinya tawuran. Budi menyebut bahwa aksi tawuran tidak bisa hanya dicegah dengan pendekatan hukum semata, tetapi harus ada keterlibatan lebih dari pemerintah, orang tua, sekolah dan lingkungan masyarakat.
Ditegaskan dia, bisa jadi para remaja yang terlibat aksi tawuran, belum mendapatkan ruang untuk berkarya berdasarkan minat dan bakat. Sebab, pada dasarnya mereka membutuhkan P3 yakni pujian, prestasi dan penghargaan.
“Sangat ironi memang jika ketiganya itu tidak mereka dapatkan, baik di rumah, sekolah maupun di lingkungan tempat mereka tinggal. Pada akhirnya, pelariannya adalah mereka ingin mendapat pengakuan itu dan satu-satunya melalui aksi di jalanan,” ucap Budi.
Padahal, lanjut Budi, eksistensi para remaja dapat digali dan diarahkan sesuai dengan minat bakat. Seperti misalnya remaja yang memiliki bakat dengan kontak bodi, dapat disalurkan melalui olahraga beladiri, tinju dan sejenisnya. (T03_red)