SLAWI, smpantura – Wisata Religi Ikan Tambra, Desa Cenggini, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal, menyimpan mitos dan sejarah yang unik. Konon, Ikan Tambra atau Ikan Dewa ini, lahir dari dalam kelapa gading yang dibelah oleh Mbah Ciptosari yang merupakan leluhur Desa Cenggini.
Ikan Dewa atau yang memiliki nama ilmiah Tor tambroides ini merupakan salah satu jenis ikan air tawar di Indonesia. Ikan tersebut harga jualnya pun sangat fantasis bisa mencapai jutaan rupiah perkilogram.
Kolam Ikan Dewa yang berada di Cenggini, menjadi salah satu destinasi wisata religi di Kabupaten Tegal, kolam (balong) Ikan Tambra yang ukurannya cukup besar ini dirawat oleh masyarakat sekitar dan pemerintah desa. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, Ikan Dewa ini tidak boleh dipancing, maka akan ada malapetaka bagi yang pemancing.
Sekretaris Desa Cenggini, Abdul Haris mengatakan, kisah ikan tambra tidak lepas dari tiga tokoh Tegal yaitu Pangeran Purbaya, Mbah Ki Gede Sebayu, dan Mbah Ciptosari yang merupakan leluhur Desa Cenggini.
Diceritakan, di sekitar lokasi kolam ini ada sebuah padepokan dan pada saat itu ada pertempuran santri antara Pangeran Purbaya, Ki Gede Sebayu, dan Mbah Ciptosari.
Pangeran Purbaya yang berada di pesisir Tegal karena ada laut sehingga banyak terdapat ikan, kemudian saat hendak datang ke daerah pegunungan berkata. Jika dipegunungan pasti tidak ada ikan. Kemudian Mbah Ciptosari menjawab, kalau ada air pasti ada ikan. Akhirnya dengan karomah Mbah Ciptosari, dulu di sekitar lokasi ada sebuah kelapa gading, lalu disabdo oleh Mbah Ciptosari, sesudah itu kelapa gading diambil dan diolah.
“Ikan ini tercipta sekitar empat abad lalu, berasal dari karomah (keistimewaan) Mbah Ciptosari. Di dalam kelapa yang sudah disabdo mbah, ada sebuah ikan disitu karomahnya,” katanya. Dikatakan, setelah di daerah gunung dianggap tidak ada lauk pauk atau ikan, tapi setelah kelapa gading dibelah ternyata di dalamnya ada ikan. Setelahnya, ikan tersebut dimakan bersama-sama santri dan Pangeran Purbaya.
Selesai dimakan, tersisa tulang dan kepala ikan, menurut Haris, oleh Mbah Ciptosari diletakkan di balongan yang saat itu masih kecil, airnya langsung dari mata air di sekitar desa. Setelah duri dan kepala ikan diletakkan di balongan, ikan kembali utuh atau hidup kembali dan beranak pinak hingga sampai saat ini.
Tapi, berdasarkan penuturan tamu yang datang, beberapa ada yang melihat wujud asli ikan Tambra yang ada di balongan dengan wujud duri dan kepala ikan. “Ikan Tambra ini prosesnya melahirkan tidak bertelur. Saya bahkan tidak pernah tahu atau melihat kecilnya ikan Tambra seperti apa karena tiba-tiba sudah besar,” ujarnya.
Ditambahkan, untuk jumlah ikan yang ada di balongan, banyak atau tidaknya bergantung mata batin masing-masing pengunjung. Sedangkan untuk makanan ikan Tambra seperti kacang tanah, timun, roti, cabai, telur rebus, dan lain-lain.
Haris menuturkan, kolam Ikan Dewa Cenggini dikelola oleh pemerintah desa. Belum lama ini, Kepala Desa Cenggini telah membentuk dan membuat Surat Keputusan (SK) pengurus kolam Ikan Dewa Cenggini. Pihaknya juga tengah berupaya untuk meminta anggaran ke Pemkab Tegal dalam pengembangan kolam ini. “Sejauh ini, baru ada anggaran untuk operasional, dari mulai kebersihan, listrik dan lainnya. Untuk anggaran pengembangan belum ada,” ujarnya.
Wisata Religi Ikan Tambra melalui ramai tiap akhir pekan. Selain melihat indahnya Ikan Dewa, juga banyak yang berziarah di Makam Mbah Ciptosari. Mereka juga bisa menikmati sekeliling makam dan kolam ikan untuk melepas penat. (T05_Red)