SLAWI, smpantura – Dewan Pendidikan Kabupaten Tegal resah, dengan aksi kekerasan di tingkat pelajar yang marak akhir-akhir ini.
Bahkan, kondisi itu mengarah kepada darurat kekerasan pelajar.
Keresahan itu membuat Dewan Pendidikan Kabupaten Tegal, audiensi dengan Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, Kamis (2/2). Audiensi dipimpin Ketua Komisi IV,
A Jafar dan dihadiri Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Tegal, Dr Saefudin dan sejumlah anggotanya.
“Anak saya jadi korban kekerasan pelajar. Kepala anak saya kena gasper,” kata Dr Saefudin usai audiensi.
Dr Saefudin, yang juga Rektor IBN Tegal itu melihat langsung aksi pelajar, yang melakukan kekerasan pelajar di jalan.
Salah satunya, aksi sejumlah pelajar sekitar sepuluh anak, dengan menggunakan motor di Jalan Arah Lebaksiu.
Mereka dengan menggunakan gasper, dan senjata lainnya menghadang, setiap pelajar yang lewat.
Kebetulan, anaknya melintasi jalan itu, dan terkena sabetan gasper di kepala belakang.
“Di Pangkah, saya lihat sendiri. Dua pelajar dengan menggunakan sepeda motor, mengacung-acungkan celurit,” katanya.
Dua peristiwa itu, kata dia, harus menjadi pemikiran bersama, dengan maraknya kekerasa pelajar.
Walaupun diusia tersebut, mereka tengah mencari jati diri, namun pencarian itu seharusnya bisa diarahkan ke hal-hal positif.
Pihaknya berharap, aparat keamanan untuk lebih intensif dalam patroli pelajar, baik pagi, siang dan malam.
Padahal, di Kabupaten Tegal pendidikan moral di masyarakat sangat kental, seperti halnya pengajian, madrasah dan kegiatan keagamaan lainnya.
“Mungkin karena penggunaan media sosial yang kebablasan. Mereka terpengaruh sehingga melakukan hal-hal seperti itu,” ujar Dr Saefudin.
Menurut dia, audiensi dengan Komisi IV, merupakan bagian dari upaya Dewan Pendidikan dalam mengatasi masalah tersebut.
Pihaknya bersama Komisi IV, Dinas Pendidikan, dan stakeholder lainnya, merumuskan kebijakan dalam mengatasi kekerasa pelajar.
Salah satunya, membuat sertifikat sekolah anti kekerasan.
Nantinya, tiap sekolah akan dilakukan peninjauan untuk mendapatkan sertifikat tersebut.
“Saat ini, memang sudah ada sekolah yang ramah anak. Tapi, jumlahnya sangat minim. Kami akan turun ke lapangan untuk memberikan pembinaan kepada kepsek, guru dan pelajar,” ujarnya.
Selain kekerasan pelajar, lanjut dia, Dewan Pendidikan juga menyampaikan rendahnya budaya literasi, dan adanya kepemimpinan yang intruksional.
Dijelaskan, budaya literasi masih di bawah 50 persen. Di tingkat SD dan SMP, tingkat literasi tahun 2021 ada beberapa yang mendapatkan rapot merah.
“Sedangkan kepemimpinan intruksional, yakni kepala sekolah masih banyak, yang belum menyusun program sekolah berdasarkan visi misi sekolah,” terangnya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal, A Jafar menuturkan, diakui kekerasan pelajar di Kabupaten Tegal, cukup tinggi.
Hal itu dikarenakan, mudahnya akses medsos yang membuat para pelajar terpengaruh dengan hal negatif.
“Literasi memang rendah hanya 1,77 untuk SD dan 1,8 untuk SMP dari indeks 4. Sedangkan kompetensi literasi minimal 1,8,” terangnya.
Ditambahkan, upaya yang akan dilakukan untuk mendongkrak literasi, dengan menerbitkan buku literasi yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Selain itu, penerapan kurikulum merdeka di setiap sekolah.
“Guru penggerak, yang mendukung kurikulum merdeka sangat sedikit. Selain itu, kurikulum merdeka juga belum sepenuhnya diterapkan di sekolah,” pungkasnya. (T05-Red)