Dijelaskan, sejumlah skenario integrasi disipakan. Di antaranya, penumpang angkutan kota dapat berpindah ke Trans Jateng melalui halte yang sama. Kemudian, penumpang antarkabupaten bisa melanjutkan perjalanan dengan angkutan pedesaan dari titik yang terhubung.
“Jadi, bukan menambah armada Trans Jateng, melainkan menggandeng layanan eksisting milik kabupaten/kota dan pedesaan agar terintegrasi dalam satu sistem,” jelas Arif.
Dishub menargetkan pada 2027, integrasi layanan transportasi bisa menjangkau seluruh jenjang, mulai dari subregional hingga desa. Dengan pendekatan ini, jumlah masyarakat yang terlayani diproyeksikan meningkat secara signifikan.
“Subregionalnya jalan, kotanya terhubung, kabupatennya terintegrasi, dan desa-desanya ikut tersambung,” ujarnya.
Sejak diluncurkan pada 2017, Trans Jateng kini mengoperasikan 7 koridor dengan 115 bus dan melayani 40% kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Koridor-koridor ini mencakup Semarang-Bawen, Purwokerto-Purbalingga, Semarang-Kendal, Solo-Sragen, Magelang-Purworejo, Semarang-Grobogan, hingga Sukorejo-Surakarta-Wonogiri.
Adapun Target 2030 akan menjadi 12 Koridor, menjangkau 62,86% Wilayah Jateng. Dishub juga menargetkan ekspansi agresif, yakni 2025 tetap 7 koridor, 2026-2030 tambahan 5 koridor baru, sehingga total menjadi 12 koridor.
Adapun cakupan layanannya meningkat, dari 40% menjadi 62,86% wilayah. Untuk konektivitas kecamatan juga mengalami kenaikan, dari 10,59% menjadi 17,36%, konektivitas desa meningkat dari 3,16% menjadi 5,62%. (**)


