TEGAL, smpantura – Sejumlah aktivis lingkungan dan praktisi pengolahan sampah melakukan audiensi dengan Komisi III DPRD Kota Tegal beberapa waktu lalu. Mereka mengusulkan konsep penanganan sampah tuntas, berkesinambungan dan berbasis ekonomi sirkular.
Ketua Perkumpulan Pengelola Sampah dan Bank Sampah Nusantara (Perbanusa) Jawa Tengah, Rohmat Budi Sanjoyo menjelaskan, dengan luas wilayah 3.913,72 hektare atau 0,12 persen dari luas Jateng, wilayah Kota Tegal memproduksi sampah hingga 186,58 ton per hari dan sampah rumah tangga 61,52 persen.
Keterbatasan ruang menjadi tantangan dalam pengelolaan dan penanganan sampah. Bahkan, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dimiliki Pemerintah Kota Tegal dengan kapasitas 150.000 meter persegi sudah mengalami over kapasitas.
Akibatnya banyak terjadi timbunan sampah, munculnya tempat sampah liar, tidak beroperasinya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan minimnya jumlah bank sampah.
“Kondisi sekarang ini diperparah dengan banyaknya warga yang membuang sampah sembarangan. Anggaran sampah yang mengalami kenaikan juga hanya dimanfaatkan untuk aktivitas pengambilan dan pengangkutan saja,” kata Rohmat.
Untuk itu, para aktivis lingkungan dan praktisi pengolahan sampah mengusulkan adanya penanganan sampah tuntas, berkesinambungan, low budget, ekonomi sirkular dan pemberdayaan masyarakat.
Konsepnya yakni pembagian wilayah pengolahan sampah meliputi kawasan satu yang terdiri dari bank sampah, pengomposan atau rumah maggot skala kecil dan pengangkutan sampah terpilah.
Kawasan dua meliputi TPS T atau TPS 3R dan pengomposan atau rumah maggot skala besar.
Sedangkan kawasan tiga meliputi insenerasi atau pembakaran, refuse derived fuel (RDF), open dumping, control landfill dan sanitary landfill.