Tegal  

AP2I Ajukan Judicial Review ke MK

Jika penyidik di kepolisian dan jaksa penuntut umum menerapkan UU No 18/2017, juga dikaitkan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka akan banyak perusahaan keagenan naker kapal yang tutup atau dilarang beroperasi.

Menurut dia, itu sangat bertentangan dengan UU Tentang Pelaut. Karena selama ini, beberapa peraturan yang tercantum dalam beberapa UU Tentang Pelaut, menjadi pedoman bagi para perusahaan keagenan awak kapal, dan pelaut dalam bekerja. Bukan diterapkan dengan UU PPMI.

Karena untuk pekerja migran (Land Based) memiliki aturan dan ketentuan tersendiri, yang berlaku baik secara nasional maupun internasional.

Itu menyebabkan tumpang tindih regulasi, antara pemberlakukan PP No 22/2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awal Kapal Perikanan Migran, dengan Permenhub RI No PM 59/2021 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan.

BACA JUGA :  Penemuan Jasad Bayi di Pantai Batamsari Gegerkan Warga Tegal

”Dampaknya, telah berimplikasi terhadap permasalahan pemberlakuan Surat Izin USaha Perekrutan dan Penempatan Awal Kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan. Ini secara khusus merugikan klien kami yang membuka usaha keagenan awak kapal. Juga merugikan bagi keberadaan organisasi AP2I,” papar Misbahul Afidin SH didampingi Fathur Siddiq SH dan Akhmad Faizal Amin.

Tim kuasa hukum Pemohon I dan Pemohon II, dalam draf permohonan uji materi berharap, agar harmoni kelembagaan dalam tata kelola migrasi ketenagakerjaan di Indonesia, baik yang berbasis darat maupun laut dapat terjaga.

Salah satunya, agar Pasal 4 UU 18/2017 perlu dilakukan review atau judicial review maupun political review. Antara lain, dengan mengeluarkan pelaut dari kelompok pekerja migran, dan ditegaskan dalam Pasal 5 UU PMI 2017, bersama sejumlah pekerja lainnya yang eksklusi sebagai pekerja migran.

error: