Tegal  

AP2I Ajukan Judicial Review ke MK

  • Rugikan Agen Naker Kapal Ikan Asing Tumpang Tindih Kemenaker, BP2MI dan Kemenhub

TEGAL, smpantura – Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I), melalui ketuanya Imam Syafi’i, selaku Pemohon I, dan Direktur PT Mirana Nusantara, sebagai agen awak kapal, Ahmad Dayoko selaku Pemohon II, melalui tim kuasa hukum, mengajukan Uji Materi (Judicial Review), ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi yang dimohonkan ke MK adalah, berkait UU No 18/2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), sebagaimana telah diubah dengan UU No 6/2023 Tentang Penetapan Perppu No 2/2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi UU.

”Pada intinya, pasal yang diuji, materi Pasal 4 Ayat (1) huruf c UU No 18/2017 terhadap Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28D Ayat (2), Pasal 28G Ayat (1), dan Pasal 281 Ayat (1) UUD 1945. Ini karena mengategorikan pelaut sebagai pekerja migran, akan berdampak dikesampingkannya beberapa undang-undang. Sebagaimana azas Lex Speialis Deregat Legi Generalis. Yakni hukum khusus mengenyampingkan hukum umum,” terang kuasa hukum Pemohon I dan Pemohon II, Akhmad Faizal Amin.

Dia didampingi rekan-rekan lainnya, seperti Fathur Siddiq, Misbahul Afidin, Denny Ardiansyah dan Wasyim Ahmad Argadiraksa, menerima kuasa dari Pemohon I dan II, berkait dengan permohonan uji materi tersebut.

”Surat Kuasa Pemohon, berkait dengan uji materi ke MK, sudah diterima pihak MK pada Senin (11/9),” ucap Denny Ardiansyah, yang menyerahkan surat itu.

Terancam Tutup

Akhmad Faizal Amin mengungkapkan, salah satu latar belakang permohonan uji materi itu, berkait dengan perkara yang kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Tegal, dengan terdakwa Direktur PT Mirana Nusantara, Ahmad Daryoko.

Jika penyidik di kepolisian dan jaksa penuntut umum menerapkan UU No 18/2017, juga dikaitkan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka akan banyak perusahaan keagenan naker kapal yang tutup atau dilarang beroperasi.

BACA JUGA :  Monyet Liar Serang Permukiman Warga

Menurut dia, itu sangat bertentangan dengan UU Tentang Pelaut. Karena selama ini, beberapa peraturan yang tercantum dalam beberapa UU Tentang Pelaut, menjadi pedoman bagi para perusahaan keagenan awak kapal, dan pelaut dalam bekerja. Bukan diterapkan dengan UU PPMI.

Karena untuk pekerja migran (Land Based) memiliki aturan dan ketentuan tersendiri, yang berlaku baik secara nasional maupun internasional.

Itu menyebabkan tumpang tindih regulasi, antara pemberlakukan PP No 22/2022 tentang Penempatan dan Perlindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awal Kapal Perikanan Migran, dengan Permenhub RI No PM 59/2021 Tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Terkait dengan Angkutan di Perairan.

”Dampaknya, telah berimplikasi terhadap permasalahan pemberlakuan Surat Izin USaha Perekrutan dan Penempatan Awal Kapal (SIUPPAK) dari Kementerian Perhubungan. Ini secara khusus merugikan klien kami yang membuka usaha keagenan awak kapal. Juga merugikan bagi keberadaan organisasi AP2I,” papar Misbahul Afidin SH didampingi Fathur Siddiq SH dan Akhmad Faizal Amin.

Tim kuasa hukum Pemohon I dan Pemohon II, dalam draf permohonan uji materi berharap, agar harmoni kelembagaan dalam tata kelola migrasi ketenagakerjaan di Indonesia, baik yang berbasis darat maupun laut dapat terjaga.

Salah satunya, agar Pasal 4 UU 18/2017 perlu dilakukan review atau judicial review maupun political review. Antara lain, dengan mengeluarkan pelaut dari kelompok pekerja migran, dan ditegaskan dalam Pasal 5 UU PMI 2017, bersama sejumlah pekerja lainnya yang eksklusi sebagai pekerja migran.

”Ini juga dimaksudkan, untuk menjaga konsistensi legislasi antara UU PMI 2017, dengan tiga konvensi ILO, sebagai induk legislasi dan tata kelola migrasi ketenagakerjaan internasional,” tandas Misbahul Afidin. (T02-Red)

Baca Juga

Loading RSS Feed

error: