BREBES, smpantura – Ratusan buruh pabrik di Kecamatan Tanjung Kabupaten Brebes, kini menuntut kejelasan nasib terkait pesangon. Hal itu lantaran mereka menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak oleh perusahaan tempat bekerja yang mendadak tutup. Ironisnya, selang satu hari pabrik yang tutup mendadak itu kembali beroperasi dengan nama berbeda, sedangkan para buruh tersebut tidak dipekerjakan kembali.
Kuasa hukum buruh korban PHK, Ahmad Soleh mengatakan, jumlah buruh yang menuntut kejelasan nasib dan telah diakomodir ada sebanyak 110 orang. Namun pihaknya memperkirakan lebih dari jumlah tersebut. Pihaknya juga telah menyurati Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) Brebes dan Bupati Brebes, terkait persoalan PHK sepihak tersebut. “Sehubungan adanya penutupan perusahaan PT MMM pada tanggal 30 September 2022 secara sepihak, klien kami selaku pekerja atau buruh merasa dirugikan. Ini karena klien kami tidak mendapatkan uang kompensasi berupa uang pesangon,” ujarnya, Jumat (14/10).
Dia menjelaskan, para buruh tersebut berhak mendapatkan penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak atas penutupan perusahaan PT MMN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 dan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 Jo Pasal 81 No. 44 UU Cipta Kerja No 11 Tahun 2020. Untuk itu, pihaknya meminta Kepala Dinperinaker Brebes ikut menyampaikan kepada PT MMM agar memenuhi ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2005 Pasal 148 ayat f. Dalam aturan tersebut menyatakan bahwa pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/ buruh dan atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan sekurang-kurangnya 7 hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan. Kemudian, di Pasal 37 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 mengatur, PHK dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah, dan patut oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/ atau serikat pekerja/serikat buruh paling lama 14 hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja. “Perusahaan ini tidak memberitahukan secara tertulis kepada klien kami dalam waktu 7 hari atau 14 kerja sebelum penutupan. Perusahaan juga tidak menjelaskan alasan penutupan perusahaan dan bukti-bukti pendukungnya,” jelas dia.
Ironisnya, lanjut dia, pada 1 Oktober 2022 perusahaan tersebut mulai beroperasi kembali di lokasi yang sama dengan nama perusahaan berbeda, yakni PT MEL. Jenis usaha yang dijalankan juga sama dan menggunakan tenaga kerja (karyawan) yang sama, tetapi tidak semua karyawan PT MMM direkrut menjadi karyawan di PT MEL. Sehingga, para buruh meminta hak-hak mereka selaku pekerja di PT MMM. “Kami mohon kepada Kepala Dinperinaker Brebes untuk memberhentikan sementara sebagian atau seluruh produksi pada PT MEL yang sedang berjalan sampai dengan hak-hak klien kami terpenuhi,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinperinaker Brebes Warsito Eko Putro mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan pihak PT MMM agar bisa memenuhi hak buruh yang telah diberhentikan bekerja. Pihaknya pun meminta perusahaan tersebut memberikan pesangon kepada para buruh tersebut. Dari laporan yang diterima, PT MMM sempat tidak mendapatkan order selama empat tahun sehingga dilakukan penutupan. “Kami sedang berkoordinasi dengan perusahaan yang bersangkutan. Kami tengah memediasi pihak perusahaan dan buruh yang diberhentikan kerja,” tandasnya. (T07_red)