SLAWI, smpantura – Institut Agama Islam Bakti Negara (IBN) Tegal bakal memiliki dosen dengan gelar Doktor. Hal itu diketahui setelah Wakil Rektor III IBN Tegal, Zaki Mubarok mengikuti sidang Promosi Doktor di Kampus 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Kamis (6/7).
Disertasi atau karya tulis yang diangkat oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama ini yakni soal Rekonstruksi Regulasi Pencatatan Nikah Siri dalam Kartu Keluarga Perspektif Maqasid Asy-syari’ah. Sidang promosi doktor ini dipimpin oleh Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M. Ag dan Sekretarisnya, Dr. H. Nasihun Amin, M.Ag. Sementara untuk penguji eksternal yakni Prof. Dr. H. Masrukhan, M. Ag dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Sedangkan penguji internal Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA, dan Dr. H. Nur Khoirin, M.Ag serta Dr. H. Rokhmadi, M.Ag dari UIN Walisongo.
Dalam sidang promosi Doktor itu, Zaki yang juga aktifis GP Ansor Kabupaten Tegal dan Sekretaris DPC Petanesia Kabupaten Tegal itu, memaparkan beberapa temuan penelitiannya soal nikah siri. Pertama, pencatatan nikah siri dalam kartu keluarga selain mengandung nilai positif, namun tidak lepas dari nilai negatif.
“Di satu sisi, Negara dengan landasan Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 telah melaksanakan amanat undang-undang administrasi kependudukan untuk mencatat semua peristiwa kependudukan, namun di sisi lain ada pertentangan dengan undang-undang perkawinan,” kata Zaki, saat sidang.
Zaki melanjutkan, dengan adanya pencatatan nikah siri dalam kartu keluarga, tentu akan muncul kekhawatiran masyarakat yang menganggap bahwa kartu keluarga nikah siri sebagai dokumen yang legal.
“Padahal, kartu keluarga nikah siri hanya sebatas langkah afirmasi dari pemerintah dalam menangani masalah pernikahan siri,” ungkapnya.
Kemudian permasalahan yang kedua, lanjut Zaki, dalam perspektif maqasid asy-syariah pencatatan nikah oleh pemerintah merupakan langkah kehati-hatian (ihtiyath) dari pemerintah agar sesuai dengan tujuan pernikahan. Suami-istri dan anak-anak hasil pernikahan dapat menjalankan hak dan kewajiban masing-masing dalam nafkah, waris, pengasuhan dan sebagainya.
Berbeda dengan pencatatan nikah siri. Menurut Zaki, tidak memiliki kekuatan hukum. Meskipun, kartu keluarga yang mekanismenya tidak berurut melalui akta nikah KUA, sudah digantikan dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
“Artinya, kartu keluarga tidak dapat digunakan sebagai dokumen resmi dalam menjamin hak dan kewajiban pemiliknya dalam konteks perundang-undangan di Indonesia,” bebernya.
Maka dalam perspektif Maqasid Asy-syariah, kata Zaki, kartu keluarga nikah siri tidak linier atau tidak sesuai dengan prinsip hifdzun annafs (perlindungan jiwa), hifdzun annasl (perlindungan keturuan) dan hifdzul maal (perlindungan harta). Sementara yang ketiga, Zaki menghendaki, perlu adanya rekonstruksi regulasi pencatatan nikah siri dalam kartu keluarga agar sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang ada dengan menyebutkan masa berlakunya kartu keluarga nikah siri.
Selama masa berlaku ini, pemilik kartu keluarga nikah siri harus mempersiapkan segala sesuatunya agar dapat melaksanakan isbat nikah yang menjadi dasar penerbitan kartu keluarga yang berkekuatan hukum.
Menurut Zaki, langkah afirmasi dari pemerintah ini idealnya dipandang sebagai upaya menciptakan budaya hukum di tengah masyarakat dalam konteks pencatatan nikah.
“Karena harus ada langkah sistematis secara bersama antar stake holder dalam sosialisasi kebijakan afirmasi ini,” imbuhnya.
Rektor IBN Tegal Dr Saefudin mengapresiasi Zaki Mubarok yang saat ini tengah mengikuti sidang Promosi Doktor. Menurut Saefudin, jumlah doktor di IBN Tegal yang semakin banyak ini, tentu akan semakin menguatkan visi misi IBN Tegal di masa yang akan datang. Dia optimis pengamalan tri darma perguruan tinggi di IBN akan semakin meningkat di tengah masyarakat, baik di level nasional maupun internasional.
“Saya yakin itu, Insya Allah bisa meningkat,” ucapnya. (T05_Red)