“Pemicu lain petani merasa kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi, karena pemakaian pupuk mereka berlebih. Artinya, petani yang sesuai RDKK hanya butuh 3 kuintal pupuk untuk lahannya, tetapi kebiasaan mereka butuh 5 kuintal. Sehingga, saat kebutuhan sudah terpenuhi, mereka masih butuh. Ini juga perlu ditata kesadaran para petani,” jelasnya.
Sementara itu, Kabid Perdagangan Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Kabupaten Brebes, Maryono mengatakan, terkait kelangkaan pupuk sebenarnya relatif. Sebab berdasarkan RDKK, Dinas Pertanian mengklaim kebutuhan pupuk bersubsidi bagi petani dijamin cukup. Bahkan, bisa dikatakan stoknya melimpah tapi seolah-olah di lapangan cenderung langka. Ternyata, masalahnya pada mekanisme penebusan barangkali perlu diperbaiki. Kemudian, kemampuan petani melakukan penebusan dengan mekanisme ketat kartu tani.
“Khusus wilayah selatan, memang KPL belum merata sehingga petani merasa kesulitan menebus pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Dia menjelaskan,, berdasarkan aduan petani terkait pelaksanaan tata niaga pupuk di tingkat KPL. Ternyata, masih banyak pupuk bersubsidi dijual dengan harga melebihi HET. Kemudian, merasa kesulitan pupuk di wilayah Paguyangan dan Salem. Sebenarnya, pemicunya karena mekanisme penebusan pupuk saja yang diperketat. “Kondisi seperti ini tentu harus diperbaiki,” tegasnya.
Perwakilan Distributor Pupuk Bersubsidi Tomy mengatakan, pembahasan kelangkaan pupuk dengan Komisi II DPRD Brebes dan dinas terkait memang terfokus pada banyaknya keluhan kelangkaan pupuk. Termasuk, penyimpangan pendistribusian pupuk bersubsidi dari daerah lain yang diedarkan di Brebes. Sistem penebusan pupuk bersubsidi bersumber pada teknis penggesekkan Kartu Tani di KPL.