Sebelum kemarau, bisa mudah membeli 50 ton gabah dalam sepekan, untuk digiling menjadi beras. Berasnya itu, dijual ke berbagai daerah, seperti Slawi, Pangkah, Pemalang, Brebes, Ketanggungan, dan Bumiayu.
“Sebelum ini saya bisa mendapat gabah 50 ton seminggu itu mudah. Tapi sekarang untuk mendapatkan dapat sepuluh ton gabah, sampai butuh 20 hari baru bisa,” tuturnya.
Fluktuasi harga beras di pasar, justru berbeda dengan pantauan harga harian, Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kabupaten Brebes.
Sekretaris Dinkopumdag Brebes, Ikhsanudin mengatakan, per hari ini (Selasa-red) terjadi penurunan sekitar Rp.1000 perkilogram , baik beras jenis medium maupun premium.
“Setiap hari harga sembako dipantau termasuk beras. Beras medium itu harga Rp 10.500 jadi Rp 12.500 terus naik lagi jadi Rp 13.500, dan beras premium Rp 12.500 jadi 14.500 dan naik lagi jadi Rp 15.500. Tapi per hari ini, harganya mulai turun lagi, rata rata penurunan Rp.1000 perkilogram ,” terangnya.
Kenaikan harga beras sejak awal Agustus itu, mulai dikeluhkan para konsumen, terutama emak-emak (ibu rumah tangga).
Arti (38), salah satu konsumen beras asal Kota Brebes mengaku, harga beras yang biasa dibeli semula Rp 11.800 perkilogram, kini naik menjadi Rp 13.500 perkilogram.
Kenaikan itu, jelas mempengaruhi pengeluaran hariannya, dan harus putar strategi, supaya bisa berhemat. Ironisnya, kenaikan harga beras itu, tidak ada kepastian, turunnya kapan.
“Kalau naik sehari dua hari, dan turun lagi wajar. Lah ini, kok naik terus, tanpa ada penurunan. Saya berharap, pemerintah segera ambil langkah, agar harga bisa stabil,” keluhnya.