Hati-hati Dalam Pengelolaan Tanah Desa

Oleh : Drs Sukartono SH MM

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa yang kuat adalah desa yang memiliki pemerintahan yang kuat sekaligus masyarakat yang kuat. Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa yang terdiri dari Kepala Desa dan dibantu oleh perangkat Desa. Salah satu kewajiban Kepala Desa adalah mengelola Keuangan dan Aset Desa.

Dasar Hukum
Dasar hukum pengelolaan tanah desa dan aset desa diatur dalam (1). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, (2). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, Pasal 6 ayat (1) Permendagri No. 1 Tahun 2016. Dalam perkembangannya Permendagri No. 1 Tahun 2016 dirubah dengan Pemendagri No. 3 Tahun 2024. Ada beberapa revisi pasal di dalamnya. Artinya beberapa ketentuan dalam Permendagri No. 1 Tahun 2016 masih berlaku. (3). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemindahtanganan BMN.

Tanah desa adalah tanah yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah desa. Tanah desa merupakan salah satu sumber pendapatan asli desa dan kepentingan sosial.

Tanah desa memiliki manfaat dan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat, pembangunan desa, dan kepentingan sosial.
Manfaat tanah desa yaitu (1). Sebagai sumber pendapatan asli desa, (2). Membiayai penyelenggaraan pemerintahan desa, (3). Membantu pengentasan kemiskinan, (4). Mendukung pembangunan dan perekonomian desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan tujuan tanah desa yaitu (1). Untuk kepentingan sosial, (2). Untuk pembangunan desa, (3). Untuk kesejahteraan masyarakat.
Tanah desa dapat dimanfaatkan dengan berbagai cara, seperti disewakan, digarap sendiri untuk pertanian maupun non-pertanian, bangun guna serah atau bangun serah guna dan kerjasama penggunaan yang saling menguntungkan.

Bangun serah guna tanah desa adalah pemanfaatan tanah kas desa oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan atau sarana. Setelah selesai dibangun, tanah beserta bangunannya diserahkan kembali kepada pihak lain untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Tanah kas desa atau tanah bengkok adalah tanah negara yang diberikan oleh pemerintah daerah. Tanah ini tidak bisa dipindahkan hak kepemilikannya atau diperjualbelikan tanpa persetujuan masyarakat desa.

Keluarga kepala desa tidak dapat menggunakan aset desa secara serah bangun guna. Hal tersebut untuk menghindari konflik kepentingan di desa. Aset desa harus dikelola secara transparan dan tertib, serta tidak dapat digadaikan atau dijadikan jaminan pinjaman.

Pemanfaatan aset desa, termasuk serah bangun guna, harus ditetapkan dalam Peraturan Desa. Pemanfaatan aset desa dilakukan berdasarkan asas-asas tertentu, seperti fungsional, kepastian hukum, transparansi, dan akuntabilitas.

Pengelolaan tanah desa harus memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan. Tanah desa tidak dapat diambil oleh negara karena tanah desa merupakan warisan leluhur yang harus dipertahankan.

Aset desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Pasal 2 Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 menjelaskan bahwa jenis aset desa terdiri atas (1). Kekayaan asli desa yang terdiri atas tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola oleh desa, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan lain-lain kekayaan asli desa. (2). Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa, (3). Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis, (4). Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, (5). Hasil kerja sama desa dan (6). Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.

Pasal 6 ayat 1 Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 mengatur tentang pengelolaan aset desa. Bahwa kepala desa berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset desa.

Dengan kewenangan dan tanggungjawab besar dalam hal pengelolaan asest desa, seyogyanya Kepala Desa memahami betul konstruksi Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 yang juga mengatur tentang pengelolaan aset desa, di antaranya: Aset desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa, aset desa berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan, aset desa dapat diasuransikan sesuai kemampuan keuangan desa, aset desa dikelola berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai, Kepala desa menetapkan kebijakan pengelolaan aset desa dalam bentuk Perdes dengan melibatkan partisipasi masyarakat, Kepala desa menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan aset desa.

BACA JUGA :  Bung Karno Ndesep

Untuk lebih memiliki legalitas, tanah desa harus disertifikatkan atas nama pemerintah desa untuk menjamin kepastian hukum sehingga status kepemilikan tanah desa sangat kuat. Hal itu untuk menghindari upaya alih status tanah desa yang tidak berlandaskan hukum. Alih status diperbolehkan sepanjang berpedoman pada norma dan kaidah hukum. Diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dalam mengelola tanah desa yang merupakan aset Pemerintah Desa. Kekeliruan dalam pengelolaan tentu ada implikasi hukum. Dalam proses penyertifikatan tanah kas desa pastikan tanah tersebut bukan milik warga karena akan berdampak pada masalah hukum.

Tata kelola pengadministrasian harus benar-benar clear and clear. Girik (kepemilikan), leter C (batas tanah) dan leter D (sejarah tanah) menjadi rujukan untuk pedoman penyertifikatan. Fakta empiris banyak terjadi gugatan perbuatan hukum atas status kepemilikan tanah warga yang dijadikan kantor, fasilitas pendidikan, dan fasilitas umum karena lemahnya sistem pengadministrasian jaman dulu. Pastikan tidak menimbulkan kerugian sekecil apapun dan pada siapapun sesuai amanat reformasi agraria.

Intisari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2024 Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa Regulasi terbaru terkait tanah desa diatur dalam Permendegri Nomor 3 Tahun 2024. Dalam peraturan ini mengubah ketentuan : Pasal 1, Pasal 25 tentang pemindahtangananan aset desa, Pasal 28 tentang penatausahaan dan pelaporan aset desa, Pasal 31 tentang Format keputusan kepala Desa mengenai penetapan status Penggunaan Aset Desa, Pasal 32 tentang Pemindahtanganan Aset Desa berupa Tanah Desa, melalui Tukar Menukar, Pasal 33 terkait pembangunan untuk kepentingan umum.

Pasal 35 tentang tinjauan lapangan, Pasal 36 tentang Persetujuan Gubernur, Pasal 37 tentang laporan Kepala Desa kepada Bupati/walikota, Pasal 38 Untuk Bukan Kepentingan Umum, Pasal 39 tahapan tukar menuar tanah milik desa, Pasal 40 tinjauan lapangan, pasal 41 penerbitan izin, Pasal 42 untuk kepentingan desa, Pasa 48. Menyisipkan Pasal 32A s.d. 32K, Pasal 33A s.d. 33C, Pasal 37A, Pasal 42A, Pasal 48A, pasal 50A.

Lebih spesifik terkait pemindahan aset desa diatur dalam pasal 25 Permendagri No. 3 Tahun 2024 yaitu: (1) Bentuk Pemindahtanganan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf h, meliputi tukar menukar dan penjualan. (2) Pemindahtanganan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa tanah dan/atau bangunan. (3). Pemindahtanganan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b selain tanah dan/atau bangunan berupa peralatan dan mesin aset tetap lainnya, dan bongkaran bangunan.

Apabila terjadi tukar menukar, penjualan dan disewakan ke pihak ketiga wajib tercatat dalam APBDes agar dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan memberi manfaat desa. Sepanjang tidak tercatat dalam APBDes dan tidak memberi manfaat untuk kepentingan masyarakat maka terjadi penyimpangan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Ancaman pidana tidak dapat terelakan.

Tukar menukar dan penjualan tanah desa dapat dilakukan untuk kepentingan proyek strategis nasional, kepentingan umum, bukan untuk kepentingan umum, untuk kepentingan desa.

Sesuai konstruksi Permendagri No. 3 Tahun 2024 dalam tukar menukar tanah desa harus memenuhi beberapa persyaratan seperti telah terjadi kesepakatan mengenai besaran ganti kerugian berupa uang sesuai hasil perhitungan tenaga penilai yang bersifat final mengikat antara instansi yang memerlukan tanah dengan Pemerintah Desa.

Pencarian pengganti tanah dituangkan dalam Berita Acara yang memuat: (1). Hasil Musyawarah Desa, (2). Letak, luasan, harga wajar, tipe Tanah Desa berdasarkan penggunaannya, (3). Bukti kepemilikan Tanah Desa yang ditukar dan tanah penggantinya, (4). Surat pernyataan yang menerangkan bahwa tanah yang akan digunakan sebagai pengganti.

Untuk itu diperlukan kehati-hatian, kecermatan dan ketelitian dalam pengelolaan tanah kas desa oleh Kepala Desa sebagai penanggungjawab utama tanah kas desa yang merupakan aset desa. Kesalahan dalam pengelolaan akan berkonsekwensi secara hukum. (Pemerhati Masalah Sosial dan Mantan Ketua KPU Kabupaten Tegal) **

error: