Dijelaskan Riswanto, nelayan di bawah 30 GT yang semula hanya dibebani biaya retribusi daerah, saat ini wajib membayar PNBP dan pemasangan vessel monitoring system (VMS), membayar air time yang harganya mahal ke pemerintah pusat.
“Dulu itu izin kapal di bawah 30 GT ada di kabupaten, kota dan provinsi. Bagi kapal yang beroperasi di atas 12 mill, hanya dibebankan retribusi. Tapi sekarang ini kena dobel pungutan,” bebernya.
Ditambahkan dia, semestinya aturan yang dibuat KKP menciptakan iklim usaha yang kondusif, untuk keberlangsungan usaha penangkapan ikan yang saat ini tengah mengalami kelesuan, di tengah naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) solar industri.
Ironisnya, KKP juga tidak bisa berbuat banyak memberikan skema solusi, di saat nelayan digempur tingginya harga solar industri.
“Kenaikan BBM tentu menyebabkan biaya operasional melaut membengkak. Imbasnya pendapatan bagi hasil pelaku usaha maupun para anak buah kapal (ABK) menurun. Jika diimbangi dengan kenaikan harga ikan mungkin ada sedikit solusi,” tutupnya. (T03-Red)