Slawi  

Lima Kabupaten Kirim Surat Dukungan Taman Nasional Gunung Slamet ke Gubernur Jateng

SLAWI, smpantura – Pembentukan Taman Nasional Gunung Slamet terus berproses. Lima Kabupaten telah mengirimkan surat dukungan untuk percepatan pembentukan Taman Nasional Gunung Slamet kepada gubernur Jateng.

Kasi Penyuluhan , Pemanfaatan dan Perlindungan Hutan (P3H) Cabang Dinas Kehutanan (CDK) V Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jateng Mochamad Bashori mengatakan, lima kabupaten yang memiliki keterkaitan dengan Gunung Slamet telah memberikan dukungan yakni Kabupaten Tegal, Brebes, Pemalang, Banyumas dan Purbalingga.
Bashori menuturkan, proses pembentukan Taman Nasional Gunung Slamet telah dimulai sejak 2023. Setelah dilakukan telaah, rapat koordinasi serta proses lainnya, pada 2024 muncul dukungan dari lima kabupaten. Selanjutnya dilakukan perbaikan pada 2025 setelah ada bupati terpilih di Kabupaten Tegal.

“Baru 28 Mei 2025 dikirim ke pusat, karena menunggu perbaikan surat dukungan dari Kabupaten Tegal. Sebetulnya surat dukungan dari Kabupten Tegal sudah keluar Oktober 2024 , tapi ternyata diminta pembaruan dengan ditandatangani bupati definitif,” terang Bashori saat hadir dalam kegiatan di Kantor Prokompim Kabupaten Tegal, Rabu (30/7/2025).

Bashori menyebutkan, pembentukan taman nasional membutuhkan proses lama. Berdasarkan informasi dari Taman Nasional Gunung Ceremai, untuk menjadi taman nasional dibutuhkan waktu sampai 20 tahun. Diharapkan, proses pembentukan Taman Nasional Gunung Slamet tak selama Taman Nasional Gunung Ceremai.

“Nanti ada surat dari gubernur sampai Kementerian. Kementerian bikin tim yang akan turun mengidentifikasi sampai nanti dinyatakan layak diekspos,”sebutnya.

Pembentukan Taman Nasional Gunung Slamet, menurut dia, merupakan salah satu solusi menyelamatkan hutan Gunung Slamet dari deforestasi. Deforestasi atau alih guna lahan hutan menjadi nonhutan telah terjadi puluhan tahun lalu atau sejak reformasi 1998 silam. Diawali dengan illegal logging.

“Di Kabupaten Tegal banyak hutan lindung dan hutan produksi terbatas. Ternyata banyak pembiaran orang masuk dan terjadilah penyerobotan lahan hutan oleh masyarakat sekitar hutan,”terangnya.

Berdasarkan data yang ia miliki, luas lahan yang di dalamnya termasuk cagar alam dan hutan lindung di wilayah Kabupaten Tegal mencapai 5.000 hektar. Dari total luas lahan 5.000 hektar ini 600 hektar di antaranya dalam kondisi mengalami kerusakan. Diantaranya terjadi di Dusun Sawangan, Desa Sigedong, Kecamatan Bumijawa.
Kerusakan terjadi karena lahan hutan dijadikan lahan untuk bercocok tanaman sayur khususnya kentang. Tanaman kentang menjadi pilihan petani disana karena dapat dipanen dalam waktu 2-4 bulan dan memiliki harga jual tinggi.
Bashori menuturkan, Taman Nasional Gunung Slamet diusulkan seluas 30.000 hektar, yang terbagi Kabupaten Banyumas 14.000 hektar, Brebes 6.000 hektar, Pemalang 5.000 hektar, Purbalingga 95 hektar dan Kabupaten Tegal 5.000 hektar.
Bashori menambahkan, nantinya di dalam Taman Nasional Gunung Slamet terdapat hutan lindung, hutan produksi dan cagar alam.

BACA JUGA :  Anggota Satlinmas Ngos-Ngosan Dilatih Bela Diri Praktis, Antisipasi Kerusakan saat Pilkada Serentak 2024

Ada enam zona di Taman Nasional Gunung Slamet di antaranya zona inti, zona konservasi, zona komoditas, zona pemanfaatan dan dua zona lainnya.

“Jadi nantinya masyarakat bisa terlibat masuk zona pemanfaatan baik rekreasi maupun budidaya. Namun tidak bisa serta merta melainkan harus melalui prosedur yang benar,” ujar Bashori.

Sementara itu, Wakil Administratur/KKPH Pekalongan Barat Triyono menerangkan, pihaknya sudah ada kesepakatan dengan masyarakat penggarap lahan yang dituangkan dalam surat pernyataan bermaterei bahwa mereka sepakat akan meninggalkan garapan di hutan lindung setelah masa panen.

Penandatanganan kesepakatan dilakukan pada akhir Mei 2025. Selanjutnya pada akhir September atau awal Oktober 2025 di lokasi hutan lindung wilayah Kabupaten Tegal sudah tidak ada tanaman sayur khususnya jenis kentang.

“Sampai hari ini dari 60 orang penggarap lahan sudah ada yang panen sebanyak 30 orang dan otomatis meninggalkan garapannya. Kegiatan ini akan terus kami pantau, amati dan pengawasan lewat kegiatan patroli sekaligus monitor perkembangan penutupan garapan,” terang Triyono.

Berdasar pengamatan Perhutani KPH Pekalongan Barat, hutan lindung yang diduga diserobot warga untuk menanam sayuran seperti kentang luasnya sekitar 15 hektar dengan jumlah penggarap kurang lebih 60 orang.

“Untuk kawasan hutan lindung yang mengalami kerusakan lahan bertahap sudah dilakukan penanganan sejak tahun 2023, 2024 dan berlanjut 2025. Kami sudah mengupayakan menangani secepat mungkin,” tutur Triyono. (**)

error: