TEGAL, smpantura – Memperingati Hari Puisi Nasional 2025, Kampung Seni Tegal menggelar pentas Membaca Chairil yang bertajuk dialog, pembacaan puisi dan musikalisasi puisi di Panggung Alit Kampung Seni Tegal, Senin malam (28/4/2025).
Membaca Chairil merupakan refleksi mengingat karya dan jasa besar Sastrawan Angkatan 45 yakni Chairil Anwar, yang telah memberikan kontribusi besar dalam dunia kesusastraan di Indonesia.
Hari Puisi Nasional (HPN) diperingati pada tanggal 28 April setiap tahunnya. Tanggal wafatnya penyair yang dijuluki sebagai “Si Binatang Jalang” tersebut menjadi dasar dalam penetapan HPN.
Chairil Anwar dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan dan tutup usia pada tanggal 28 April 1949 di Jakarta. Dia merupakan sosok penyair yang telah menghasilkan begitu banyak karya.
Dalam Membaca Chairil, Kampung Seni Tegal menghadirkan pembacaan puisi dan musikalisasi oleh sastrawan, pegiat dan komunitas Seni sekitaran Tegal Raya, seperti Apito Lahire, Faozan Suwage, Bontot Sukandar, Rias Viri, Dita Akmalia, Verra Okti, Ida Fitri dan Musikalisasi Puisi oleh Tani Klutuk dan Teater Akar FKIP UPS Tegal serta penyampaian catatan kecil Tentang Chairil oleh Iqbal Alfariki.
Ketua Kampung Seni Tegal, Seful Mu’min menyampaikan bahwa Membaca Chairil merupakan bentuk peringatan dari Hari Puisi Nasional yang tepat terjadi tanggal 28 April.
“Ini upaya kami untuk memperingati Hari Puisi Nasional dan mengenalkan karya Chairil Anwar kepada generasi muda saat ini. Bagaimana jasa Chairil lewat puisi-puisinya mampu mempengaruhi perkembangan puisi di Indonesia,” ujar Seful.
Sementara itu, Apito Lahire mengungkapkan bahwa Chairil Anwar bagi dirinya merupakan salah satu penyair yang memiliki kekuatan makom untuk bisa membuat kita menjadi manusia, minimal dalam sekecil apapun karena ada “Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi”.
“Hidup itu tidak pernah mati, itu salah satunya yang saya yakini Chairil Anwar menemukan entitas identifikasi karya sebagai seorang manusia yang semangat utnuk mengolah kehidupan ini, meskipun secara raga telah dimatikan tapi karyanya tetap kekal,” ujar Apito.
Apito Lahire juga menyebut bahwa Membaca Chairil merupakan sebuah tribute bagi kepenyairan Chairil Anwar yang mentradisi sebagai Hari Puisi Nasional.
“Karya-karyanya juga penyair sebelum dan sesudahnya terus melakukan transformasi kebudayaan lewat puisi sebagai salah satu pewarta kehidupan, kemanusiaan, respon yang terolah lewat ikhtiar ngebyak/kreatif Chairil Anwar dan seluruh penyair Indonesia merupakan jawaban nyata,” ujarnya.
Apito juga menambahkan bahwa puisi dari penyair Indonesia harus terus dibaca sebagai biografi yang terus dibuka tafsirnya tak hanya sebagai teks tapi juga konteksnya hingga puisi memberi efek bagi peradaban bagi manusia Indonesia.
“Sebuah usaha Kampung Seni Kota Tegal yang mesti diteruskan agar sastra puisi tak hanya dimiliki tapi diterjemahkan dalam ruang publik dan komunikatif, ” pungkas Apito.
Sementata itu, Dita Akmalia, seorang Guru Bahasa Indonesia, sekaligus pegiat sastra di Tegal merasakan bahwa setiap membaca puisi-puisi Chairil Anwar rasanya kekal.
“Kenapa di zaman sekarang karya Chairil Anwar serasa kembali lagi, oh ternyata kita melakukan pengulangan-pengulangan, saya jadi berfikir apa kita yang tidak maju-maju atau perasan manusia seperti itu, atau pemikiran Chairil Anwar sejauh itu,” katanya. **