Membaca RPJMD Dedy Periode Kedua

Oleh : Ahli Perancangan Kota, Abdullah Sungkar

Pemerintah Kota Tegal telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode Wali Kota Tegal, Dedy Yon Supriyono.

Satu hal yang sering saya kritisi, ketimpangan pembangunan antar wilayah (kecamatan) dan problem pemanfaatan ruang, akhirnya masuk dalam masalah strategis yang ingin dicari solusinya dalam lima tahun berjalan periode kedua Wali kota Dedy Yon.

Walaupun jika melihat prognosis kemampuan pembiayaan Pemkot Tegal tampak stagnan pada angka Rp 1,2 Triliun, agak sulit membayangkan kesenjangan antar wilayah dapat diatasi.

Sebagai sebuah upaya strategis tentu warga Kota Tegal wajib mendukung ketetapan RPJMD dengan lima masalah strategis kesenjangan antar wilayah, sebagai berikut:

1. Penurunan ketimpangan antar wilayah

2. Penguatan pusat pertumbuhan wilayah

3. Pemenuhan pelayanan dasar dan peningkatan daya saing daerah

4. Pengelolaan urbanisasi

5. Pemanfaatan ruang

Penurunan Ketimpangan Antar Wilaya.

Retrofit dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary maknanya~An act of supplying a device, structure, etc., with new components or parts that were not previously available or installed; a retrofitting. A change made to a device, structure, etc., by introducing components or parts that were not previously available or installed.

Perubahan yang dilakukan dengan menambahkan sesuatu yang baru dalam struktur (ruang kota).

Dengan melakukan “iterasi” dari jalan inspeksi sungai Kemiri ke arah Utara dan berbelok ke arah kiri hingga Sungai Gangsa, maka akan terlihat pola lompat katak (Frog Leap) pembangunan perumahan penduduk.

Sebuah institusi pendidikan tinggi juga membentuk cluster tersendiri sebagai gated campus atau kawasan yang dibatasi pintu gerbang kompleks.

Ellen dan June, para penulis buku, banyak melakukan riset dan memberi solusi pada apa yang mereka sebut sebagai “instant city” alias “Kota Dadakan” yang terbangun tanpa perencanaan resmi yang memadai.

Dengan Tegal Timur dan sebagian Tegal Barat sebagai Pusat Kota dan Sub Pusat Kota, maka ada dua tinjauan masalah strategis pada kesenjangan antar wilayah (kecamatan).

Pertama, Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) yang sudah ditetapkan sulit direvisi dalam waktu singkat, dengan Kecamatan Tegal Timur sebagai pusat kota.

Kedua, secara politik “kemajuan” wajah kota di pusat kota akan menjadi icon of political legacy keberhasilan dua periode Wali kota Dedy Yon.

Kecamatan Tegal Selatan dan Margadana masih harus bersabar menunggu giliran pengembangan wilayahnya. Tentu saja prediksi ini bisa tidak tepat, jika pada periode kedua Dedy Yon melakukan perubahan RDTRK dan orientasi kewilayahan kebijakan pembangunannya.

Urban retrofitting dapat dilakukan dengan Public-Privat-Partnership (PPP). Karena banyak dari gedung dan lahan yang kosong merupakan aset properti swasta.

Pola kerja sama semacam ini juga dapat melibatkan swasta pemilik aset properti yang tidak aktif, jika pemkot ingin melakukan urban retrofitting di pusat kota dan pengembangan suburbia guna membangun city edge sebagai business hub baru di pinggir kota.

BACA JUGA :  Jalan Lain Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Hajat Hidup Masyarakat Bumiayu

Koridor berasal dari bahasa Inggris corridor yang maknanya, antara lain, the land near an important road, river, railway line. Lahan di dekat jalan utama.

Dalam pengertian Perancangan Kota (Urban Design), koridor jalan (street corridor) meliputi badan jalan dan di sekitar (beyond) badan jalan. Jadi koridor jalan bukan hanya jalan yang dilalui kendaraan saja (carriage way) atau pavement saja. Lahan di kanan-kiri jalan merupakan bagian dari koridor jalan.

Dengan arah sumbu jalan Selatan-Utara, maka jalan Mataram dapat didesain sebagai City Edge atau batas kota yang pertama dilihat oleh pengunjung Kota Tegal dalam perjalan dari barat ke timur.

Sebuah Sub-Pusat Kota di batas barat Kota Tegal. Kondisi visual yang terlihat kini (existing) masih memiliki karakteristik pinggir kota yang mulai terbangun secara acak (frog leap), sehingga perlu ditangani sebelum terlambat.

Sebagian besar wilayah pinggir kota bagian barat Kota Tegal merupakan Brown Area (daerah yang belum tertata dan sebagian terlihat kumuh).

Persimpangan antara Jalan dr Wahidin dan Jalan Mataram dapat difungsikan sebagai Node dan awalan (beginning) memasuki koridor jalan Mataram.

Pada tahap pertama perancangan, persimpangan by pass Jalan Lingkar Utara (Jalingkut) dan koridor Jalan Mataram juga sebagai node dan akhiran (ending) koridor jalan.

Dari kondisi existing koridor yang sebagian masih merupakan brown area, maka perlu dilakukan penataan sesuai Rencana Detail Tata Ruang Kota dan disusun konsep desain tata lahan dan sosok bangunan secara tiga dimensi.

Dari awalan selatan koridor ke arah utara sudah terdapat bangunan masjid dan kampus Poltek Harber yang dapat direncanakan untuk membentuk garis langit (skyline) sisi barat koridor jalan Mataram yang masih harus terus dikembangkan ke arah utara hingga perempatan jalan Mataram-Jalingkut sebagai akhiran koridor jalan dan Node.

Jika “mimpi” koridor Jalan Mataram sebagai City Edge terwujud, maka Kota Tegal tidak hanya punya Sub Pusat Kota baru sebagai City Image saja, tetapi juga mimpi pemerataan keramaian di Kecamatan Margadana juga dapat diwujudkan.

Banyak elemen dan infrastruktur perkotaan yang dapat ditempatkan di koridor Jalan Mataram, seperti deretan apartemen rusanawa/ rusunami, food court, playing ground, city garden, landmark, pasar modern, dan street marchant kiosks (semacam kompleks PKL yang tertata).

Dalam jumlah terbatas Mall sebagai activity support bagi pengunjung koridor jalan Mataram juga diperlukan, sehingga tercipta citra kawasan yang modern. (**)

error: