Menanam Harapan untuk Masa Depan

Di balik hamparan hijau yang memanjakan mata di wilayah pegunungan Telomoyo, Desa Pandean, terdapat kisah perjuangan seorang ibu yang tak henti menanam harapan untuk keluarganya di masa depan.

Dialah Tarmi, warga Dusun Gedat, Desa Wates, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, yang memilih menjadi petani sejak usia remaja.

Srot, srot, srot. Sayup-sayup dari kejauhan terdengar sebuah alat spray disemprotkan. Rupanya suara desis itu berasal dari Tarmi yang sedang melindungi tanaman kubisnya dari hama di Rabu (29/1) pagi.

Lengkap dengan jaket biru dan sarung berwarna merah bata sebagai penutup hidung, Tarmi terlihat piawai mengayunkan selang spray dari tanaman satu ke tanaman lain. Meski tak berkeringat, namun letih tak bisa disembunyikan darinya.

Sesekali ia berhenti hanya sekadar untuk menghela napas dan meremas sarung penutup hidung dengan keras.

BACA JUGA :  Bijak Dalam Penggunaan Antibiotik

Sadar aktivitasnya diperhatikan. Tarmi sesegera menganggukkan kepala, melepas sarung penutup hidung dan melempar senyum.

“Sugeng enjing mas,” sapa Tarmi.

Rupanya ibu yang dikaruniai delapan cucu dan dua buyut dari dua anaknya ini sedang merawat kubis yang satu bulan lagi dapat dipanen.

Meski begitu, Tarmi mengaku harga kubis saat ini terus terjun bebas hingga Rp 1.000 per kilogram. Padahal, harga kubis sempat manis di pasaran hingga menembus Rp 6.000 per kilogram.

“Harganya cuma seribu rupiah. Aslinya ya rugi, tapi mau gimana lagi. Cuma ini yang paling mudah ditanam dan panen,” jelasnya.

Lahir dari keluarga petani, Tarmi tak lagi asing dengan pekerjaan ladang setiap hari. Wanita kelahiran 1954 ini telah bersahabat dengan ladang dan embun sejak usia 16 tahun.

error: