Tegal  

Nelayan Minta Kelonggaran Masa Peralihan Sistem Penarikan PNBP

TEGAL, smpantura – Pengaturan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), masih menjadi isu perbincangan hangat di kalangan pelaku usaha penangkapan ikan dan nelayan.

Pasalnya, indeks tarif 10 persen tetap diberlakukan meski beberapa waktu lalu sempat mendapat reaksi dari nelayan di berbagai daerah.

Aksi tersebut juga ditanggapi Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dengan mengundang perwakilan pelaku usaha penangkapan ikan dan nelayan, untuk membahas serta berdiskusi mencari solusi agar usaha nelayan tetap berlanjut dan bisa melaut, pada Senin (16/1) lalu.

Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah, H Riswanto menuturkan, Menteri KKP menerima apa yang menjadi keluhan dan keberatan terkait indeks tarif PNBP pasca produksi 10 persen.

“Karena PP 85 Tahun 2021 tidak bisa direvisi dalam waktu singkat, maka kami meminta payung hukum yang jelas, agar semua sama-sama aman dan nyaman,” katanya, Kamis (26/1).

Dalam pertemuan itu, pihaknya juga meminta adanya revisi PP 85 Tahun 2021 agar indeks tarif PNBP dapat diturunkan menjadi tidak lebih dari 5 persen untuk kapal penangkapan ikan ukuran di atas 60 grosston (GT) dan tiga persen untuk kapal di bawah 60 GT.

Menurut Riswanto, terdapat celah sebagai solusi sembari menunggu proses revisi PP 85 Tahun 2021. Salah satunya dengan atau terkait harga acuan ikan (HAI) pada masing-masing daerah agar dapat mengusulkan harga acuan ikannya.

BACA JUGA :  Pansus I Bahas Raperda Penataan dan Pemberdayaan PKL

“Namun, dari pelaku usaha penangkapan ikan masih merasa bingung bagaimana mekanisme teknis dan persiapan kesiapan di lapangan,” jelasnya.

Usai berdiskusi dengan Dirjen Perikanan Tangkap yang didampingi Ketua Tim Percepatan Penangkapan Ikan Terukur KKP, kemudian diterbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 21 Tahun 2023 tentang Harga Acuan Ikan yang mendapat tanggapan beragam dari pelaku usaha penangkapan ikan dan nelayan.

Termasuk di dalamnya, sambung Riswanto, terkait Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang secara payung hukumnya masih dalam proses.

“Semestinya ada semacam kelonggaran untuk masa peralihan dari sistem penarikan PNBP pra produksi ke sistem PNBP penarikan pasca produksi. Karena di lapangan pelaku usaha penangkapan ikan dan nelayan dibuat bingung dengan perubahan sistem yang sudah otomatis berubah,” tegasnya.

Sementara, informasi yang dihimpun menyebut bahwa untuk kapal yang masih beroperasi melaut diminta berlabuh untuk mengurus perizinan dengan menyesuaikan mekanisme dan sistem yang baru.

“Ini tentu akan merugikan nelayan dan berisiko tinggi adanya potensi penumpukan kapal di semua pelabuhan pangkalan daerah,” tutupnya.

Adapun beberapa poin tuntutan nelayan yang belum diakomodir KKP di antaranya, terkait permintaan perluasan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 dan 712 serta WPP 713, untuk kapal alat tangkap Jaring Tarik Berkantong (JTK) dengan ukuran 60-200 GT serta sanksi denda adminitrasi dengan pengalian komponen 1.000 persen. (T03-Red)

error: