TEGAL, smpantura – Penerapan pembayaran 0-10 meter kubik oleh Perumda Air Minum Tirta Bahari yang saat ini ditunda untuk ditinjau ulang, mendapat respon dari masyarakat Kota Tegal.
Tidak sedikit masyarakat menghendaki penerapan itu segera ditetapkan tanpa harus ditunda, mengingat mencederai rasa keadilan serta menambah beban ekonomi.
Pernyataan itu salah satunya diungkapkan Rofi’i Ali, warga Jalan Ponorogo, Kelurahan Sumurpanggang, Kecamatan Margadana.
Politisi Partai Gelora Kota Tegal ini menghendaki hasil rapat koordinasi antara Komisi II DPRD dengan jajaran Perumda Tirta Bahari, mengenai penetapan tarif air minum berdasarkan kubikasi tertinggi tidak perlu ditunda.
“Sebaiknya bukan ditunda, tetapi agar tidak diterapkan untuk selamanya. Karena hal ini melanggar asas jual beli dan mencederai rasa keadilan serta menambah berat beban ekonomi masyarakat,” ungkapnya, Sabtu (25/2).
Mantan anggota legislatif Kota Tegal ini juga menilai beban yang ditanggung masyarakat atau pelanggan tersebut bukan satu atau 2 bulan saja, tetapi selamanya.
“Kalau sekadar menaikkan tarif air minum 20 persen, saya kira masyarakat masih bisa memahami dan menerima. Tetapi jika dibebankan kubikasi tertinggi, ini sulit untuk dicerna,” tegasnya.
Senada disampaikan Imam Pramujiono, warga RT 01/ RW 02 Jalan Dewi Sartika, Kelurahan Debong Kulon, Kecamatan Tegal Selatan, yang menyatakan masih mentolerir kenaikan tarif air minum berdasarkan pemakaian.
“Masalah kenaikan air minum pukul rata 10 kubik, jujur sangat keberatan. Apalagi harus membayar air yang tidak sesuai dengan pemakaian,” timpal Wardah, warga Jalan Murai, Kelurahan Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan.
Dijelaskan Wardah, air di tempat tinggalnya hanya mengalir pada saat malam hari sekitar pukul 02.00-03.00 dini hari. Sedangkan di siang hari, air sama sekali tidak mengalir.
Ironisnya, air yang mengalir saat malam hari tidak cukup untuk ditampung di dalam gentong untuk kebutuhan sehari-hari.
“Jika pengelola mau menaikkan harga per kubik, Insya Allah kami menerima, asalkan masih dalam batas wajar dan normal. Tetapi jika rumah kosong, tidak ada pemakaian air pelanggan harus bayar 10 kubik, itu bukan lagi kenaikan tarif, tetapi perubahan harga dan pemaksaan,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Ibu rumah tangga ini berharap, jajaran Perumda Air Minum Tirta Bahari, dapat melihat situasi dan kondisi masyarakat, sebelum menentukan kebijakan. Termasuk membenahi manajemen terkait aduan pelanggan.
“Jangan cuma diberi surat pelaporan tapi lama dalam penanganannya. Apalagi sampai harus bolak-balik lapor ke kantor hanya untuk menunggu tindak lanjut di lapangan,” tutupnya. (T03-red)