TEGAL, smpantura – Pengusaha sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di wilayah Pantai Utara (Pantura) bagian Barat Jawa Tengah mengeluhkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Mereka menilai kondisi itu mengancam mata rantai industri dan berpotensi menyebabkan pengusaha tekstil terancam bangkrut atau gulung tikar.
“Biaya produksi melonjak menjadi 20-30 persen. Sebab, saya menggunakan daya listrik lebih dari 6.000 Volt Ampere (VA),” ujar Pemilik PT Asaputex Jaya Sarung Pohon Korma, Kota Tegal, Jamaluddin Alkatiri, merespon kenaikan PPN 12 persen.
Jamaluddin berpendapat, semestinya pemerintah dapat membaca kondisi di tengah para pengusaha dan industri dihadapkan dengan kenaikan Upah Minimum Kota Kabupaten (UMK). Meski dirinya tidak mempermasalahkan UMK, namun kenaikan PPN yang nyaris berbarengan dianggap memberatkan.
Belum lagi para pengusaha tekstil juga dihadapkan dengan isu pengungkapan penyelundupan tekstil ilegal. Kondisi itu dianggap semakin memperpuruk keadaan dan mengancam pengusaha tekstil di eks-Karesidenan Pekalongan terancam bangkrut.
“Soal UMK memang sudah menjadi kewajiban dan kami mematuhi setiap tahun untuk menaikkan upah. Tapi adanya PPN 12 persen, ditambah tekstil ilegal ini yang memberatkan kami selaku pengusaha tekstil di Pantura yang jumlahnya mencapai sekitar 400 ribu,” katanya.
Untuk itu, Jamaluddin berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali aturan kenaikan PPN 12 persen dan mengkaji ulang aturan tersebut.
“Jangan sampai aturan kenaikan ini justru menjadi bumerang bagi para pelaku usaha dan industri dalam negeri, hingga pada akhirnya gulung tikar,” jelasnya. **