“Jauh sebelum jualan kue keranjang, saya sempat punya toko di Jalan Veteran, Kota Tegal. Tetangga saya jualan jamu, tapi bangkrut. Setelah itu, pembantu toko jamu mengajak agar saya memproduksi kue keranjang. Dia bersedia mengajari dari nol. Karena kebetulan, anak dari tetangga saya itu sempat memproduksi kue keranjang,” tutur Mindayani.
Berkat kegigihan, keuletan dan campur tangan (olahan) dari PRT bernama Wa Nya Meng, Mindayani mengaku bisa seperti sekarang.
“Pembantu tetangga saya itu namanya Wa Nya Meng. Berkat jasa dia, saya bisa seperti ini,” ucapnya berkaca-kaca.
Pemilik nama Tionghoa, Oey Tong Gwat (82) ini menambah, kue keranjang merupakan persembahan bagi para Sinbeng (dewa) yang disajikan saat sembahyang dengan cara ditumpuk. Dinamai dengan kue keranjang, karena memiliki sebuah folosofi.
Pada masanya kue disajikan kepada dewa dengan menggunakan anyaman bambu yang menyerupai keranjang. Karenanya dikenal dengan nama nama populer kue keranjang atau dodol keranjang.
“Imlek tanpa kue keranjang, ibarat sayur tanpa garam. Semoga usaha keluarga ini dapat terus bertahan hingga anak cucu, cicit saya merasakan,” tutupnya. (T03-Red)