Slawi  

Romantisme Tradisi Tidak Bisa Dibeli dengan Modernisasi

SLAWI, smpantura – Dalang wayang golek, Ki Haryo Enthus Susmono angkat bicara soal beberapa konten kreator di Brebes yang dihujat masyarakat, karena menggunakan bahasa yang jorok dan kasar seperti Almarhum Ki Enthus Susmono. Ki Haryo menilai romantisme tradisi tidak bisa dibeli dengan modernisasi.

Menurut Ki Haryo yang juga meneruskan kiprah Ki Enthus Susmono, berbicara kasar dan saru itu harus punya ikatan batin dan ikatan emosional terlebih dahulu dengan lawan bicara.

“Kalau sudah ada ikatan batin dengan lawan bicara itu baru bisa melakukan omongan kasar dan saru. Itu harus bisa saling menerima, bombongan dan bungah,” kata Ki Haryo yang menggeluti dunia pewayangan dengan taglane Ngaji Budaya itu.

Putra Almarhum Ki Enthus itu, menuturkan, ketika dikatakan dengan ungkapan kasar malah suka, bisa diartikan ikatan batin pertemanannya sudah tinggi.

“Jadi tahu, ketika mengumpat itu adalah romantisme, itulah perbendaharaan romantisme di Tegal,” ujar Ki Haryo.

Ki Haryo menjelaskan, Tegal memiliki tata krama, sopan-santun dan unggah-ungguh. Ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, tetap disarankan menggunakan bahasa krama.

“Tradisi dan budaya klasik itu sudah mengakar sejak lama di orang-orang Tegal dan sekarang seolah-olah dialihwahanakan melalui media sosial. Tidak ada yang bisa dibeli oleh modernisasi dari sebuah tradisi yang sudah tertanam di masyarakat,” jalasnya.

Lebih lanjut dikatakan, ada yang tidak bisa dibeli atau modernisasi tidak bisa membeli romantisme tradisi tersebut.

BACA JUGA :  Tumbuhkan Jiwa Suka Menolong, KPH Pekalongan Barat Adakan Donor Darah

“Jadi jangan seolah-olah memiliki followers banyak, seolah-olah mereka itu sudah dekat, sehingga dianggap bisa menerima omongan kotor. Harusnya harus bisa melihat konteksnya seperti apa,” kata Ki Haryo.

Ki Haryo menilai, ketika konten saru atau kasar bisa diolah, itu pun seharusnya yang tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hati orang lain.

“Kalau Abah Enthus, saru atau kasar bisa diterima, perjuangan serta kisah-kisah abah Enthus di belakang itu masyarakat sudah tahu semua. Abah dengan gaya bahasanya, saat itu benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dalam pemerintahannya saat itu, zamannya berbeda mas,” tandasnya.

Perjuangan Ki Enthus, menurut Ki Haryo juga sempat pernah dicekal. Namun dengan argumentasinya bisa diterima oleh masyarakat, karena saat itu masyarakat membutuhkan gaya pakeliran Ki Enthus yang kasar seperti itu.

“Kasarnya abah Enthus itu in-konteks dan argumentatif,” ujarnya.

Haryo mengungkapkan, para konten kreator yang sedang viral perlu memperhatikan pelajaran dari seorang Ki Enthus Susmono, yaitu orang Tegal harus memiliki rasa persaudaraan yang kuat.

“Harus memiliki ikatan batin yang kuat, sehingga sejelek-jeleknya teman kita sendiri masih bisa dilumrahkan, bahkan kita menyelamatkan agar mereka tidak salah lagi. Romantisme tradisi tidak bisa dibeli dengan Modernisasi,” tegasnya. (T05_Red)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

error: