Slawi  

Sompral Saat Ngecamp di Waduk Cacaban, Puluhan Anggota Pramuka Kesurupan Massal

SLAWI, smpantura – Dewan Penggalang Pramuka salah satu SMP Negeri di Tanjung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menjadi saksi seramnya hutan Waduk Cacaban, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal pada tahun 2014 silam. Tak hanya diganggu, bahkan para anggota Dewan Penggalang itu, kesurupan massal dan diikuti hingga berbulan-bulan.

Kisah ini bermula saat salah satu SMP Negeri di Tanjung mengadakan Pelantikan Dewan Penggalang Pramuka di hutan Waduk Cacaban pada September 2014 silam. Gelagat misterius mulai tercium saat beberapa anggota Dewan Penggalang itu, survei ke lokasi perkemahan.

Kisah yang diceritakan salah satu anggota Dewan Penggalang, Kiswanto saat podcast di channel Ngromyah Medeni (Ngromed) pada Rabu (18/12/2024), mengisahkan kegelisahannya saat pertama berkunjung di lokasi yang akan dijadikan tempat perkemahan. Pria yang saat ini aktif di organisasi masyarakat Islam itu, sempat mengajukan pemindahan lokasi perkemahan. Selain soal teknis lokasi yang jauh dari pemukiman dan warung, lokasi di hutan Waduk Cacaban ini memiliki aura mistis yang kuat. Namun, lantaran kesepakatan bersama, sehingga pelaksanaan perkemahan tetap dilanjutkan.

Pada hari H pelaksanaan kegiatan, para siswa bersiap-siap berangkat menuju lokasi pada pagi hari. Tiba di lokasi sekitar pukul 11.00 WIB, peserta kemah mendirikan tenda dan melakukan kegiatan game. Tiba saatnya pada malam hari saat kegiatan api unggun, seorang siswa kerasukan sebagai penari ronggeng. Gerakan dan lenggak-lenggoknya sangat luwes, namun disertai tangisan.

Panik, siswa itu langsung diasingkan agar tidak menimbulkan kegaduhan. Hanya beberapa pembina dan Dewan Penggalang yang mengetahui kejadian itu. “Saya sempet berdialog dengan mahluk ini. Katanya, Nyai Ronggeng ini suka dengan siswa tersebut. Mahluk itu juga menyampaikan bahwa anak ini sedang kotor,” kata Kiswanto dengan muka ketakutan.

Diceritakan, siswa yang sedang berhalangan karena haid, juga melakukan hal yang kurang baik. Bekas pembalut dibuang ke jurang yang disinyalir membuat mahluk di lokasi itu, marah. Namun, dengan didoakan membuat mahluk tersebut bisa keluar dari tubuh siswa itu.

“Kami sempat berembug dan memutuskan untuk pelaksanaan kemah yang seharusnya tiga hari, dipersingkat menjadi 1 hari. Kondisinya mengkhawatirkan barangkali terjadi kesurupan massal,” kata pria berpenampilan rapih itu.

BACA JUGA :  Bantuan Atensi Rp 778 Juta Diserahkan Kepada Penyandang Disabilitas dan Lansia 

Kegiatan terus berlangsung hingga menjelang sore hari. Para peserta bersiap-siap meninggalkan lokasi perkemahan. Saat pulang ke sekolah dan masuk di areal perkampungan warga, tiba-tiba bambu yang diikat di mobil, menyambar kabel listrik. Ada tiga kabel listrik yang patah dan mobil tetap melaju tanpa berhenti.

“Saat kejadian itu, muncul nenek-nenek yang marah-marah dan mengatakan tidak sopan dan tidak memiliki tata Krama. Saya sempat minta mobil berhenti, tapi tetap melaju,” ujar Kiswanto.

Tiba di SMP Tanjung pukul 17.00 WIB. Para siswa dan pembina Pramuka turun dari mobi dan mengemasi barang-barang bawannya. Tak berselang lama, puluhan siswi yang berjumlah lebih dari 10 orang, kerasukan massal. Hanya menyisakan satu siswa yang tidak kesurupan. Mereka berteriak dan menangis histeris. Siswa yang sebelumnya dirasuki Nyai Ronggeng, juga kesurupan kembali.

Agar tidak menimbulkan kekacauan lebih meluas, siswi yang kesurupan di satukan dalam satu ruangan. Berbagai cara dilakukan untuk menyembuhkan para siswi dengan mengundang ustad dan kiai. Keluar masuk mahluk ke tubuh para siswi, berlangsung hingga pukul 22.00 WIB. Setelah semuanya sembuh dari kesurupan, akhirnya diminta pulang kerumah masing-masing.

“Saya kira sudah selesai, tapi para siswi yang kerupuan itu ternyata kesurupannya berlanjut di rumah masing-masing,” kata pria berambut klimis itu.

Informasi dari keluarga siswi, tiap 2-3 jam sekali mengalami kesurupan. Pihak sekolah terpaksa memberikan cuti kepada para siswi selama 7 hari. Berbagai cara yang dilakukan keluarga dan sekolah untuk menyembuhkan para siswi tersebut. Terparah, ada 7 siswi yang terus terusan kesurupan.

“Saya dan beberapa temen, akhirnya meminta tolong orang pintar. Orang pintar itu menyampaikan bahwa di lokasi yang baru, terlebih di hutan jangan berlaku sompral. Dijaga perkataan dan perbuatannya,” terang Kiswanto yang menirukan perkataan dari orang pintar tersebut.

Selang beberapa hari, para siswi sudah berlangsung membaik dan tidak lagi kesurupan. Kendati masih menyisakan trauma, namun para siswi tetap menjalankan kegiatan belajar seperti biasa.

“Jadi, hikmah yang bisa diambil bahwa tetap sopan dan menjaga perkataan dan perbuatan dimana pun dan kapan pun,” pungkasnya. **

error: