Tata Kelola Dana Desa Dari Perspektip Hukum

Drs. Sukartono, SH. MM.

Pengertian Dana Desa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Dana Desa didefinisikan sebagai dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/kota dan digunakan unuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan, kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam Undang-Undang tersebut tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis.

Dengan adanya Dana Desa, desa dapat menciptakan pembangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Salah satu prioritas Dana Desa untuk pembangunan sarana dan prasarana desa, diantaranya dapat meliputi: pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan desa, pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan usaha tani, pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana embung desa, pembangunan energi baru dan terbarukan, pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan, pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala desa, pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier.

Swakelola proyek yang bersumber dari Dana Desa berarti proyek-proyek pembangunan di desa, seperti pembangunan infrastruktur, dilakukan oleh masyarakat desa sendiri atau melalui kerja sama antar desa.

Pedoman swakelola Dana Desa diatur secara spesifik dalam (1). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2). Pasal 1 angka 2 Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

(3). Pasal 2 Dana Desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat.

(4). Pasal 19 ayat (1) Dana Desa digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan.

(5). Pasal 19 ayat (2) Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

(6). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

(7). Pasal 21 ayat 1 Penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

(8). Pasal 22 ayat (2) Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa diutamakan dilakukan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/ bahan baku lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa setempat.

(9). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.

(10). Pasal 128 ayat (2) Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa diutamakan dilakukan secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa setempat.

(11). Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1365 Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Penjelasan : Suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat: 1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; 2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain; 3. Bertentangan dengan kesusilaan; 4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

Kewenangan Pemerintah Desa
Pemerintah desa, dalam hal ini Kepala Desa, adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, yang dapat diwakilkan kepada perangkat desa. Pemerintah desa memiliki kewenangan untuk melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pengelolaan dana desa.

Swakelola Proyek
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan, juga menekankan pentingnya swakelola proyek dana desa untuk memastikan penyerapan tenaga kerja lokal dan efektivitas anggaran. Swakelola proyek berarti proyek-proyek pembangunan di desa, seperti pembangunan infrastruktur, dilakukan oleh masyarakat desa sendiri atau melalui kerja sama antar desa.

Pihak Ketiga yang Terlibat dalam Pembangunan Desa Pada Pasal 121 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP 43/2014”), ditegaskan bahwa pelaksanaan pembangunan mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.

BACA JUGA :  Transisi Pemerintahan, Bukan Transaksional

Selain itu, pembangunan desa dikoordinasi oleh kepala desa dan dilaksanakan oleh perangkat desa dan/atau unsur masyarakat desa.

Pembangunan infrastruktur desa dilaksanakan oleh perangkat dan/atau unsur masyarakat desa serta mengutamakan memperdayakan swadaya dan gotong royong masyarakat. Namun, proses pembangunan desa tidak menutup ruang akan keterlibatan pihak ketiga sepanjang adanya perjanjian kerja sama atau peraturan bersama.

Hal tersebut tertuang dalam Pasal 143 ayat (1) PP 43/2014 yang menjelaskan bahwa kerja sama desa dilakukan antar desa dan/atau dengan pihak ketiga. Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” dalam Penjelasan Pasal 128 ayat (2) PP 43/2014 adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan atau perusahaan yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau Desa.

Larangan Serah Pihak Ketiga
Pemerintah tidak mengizinkan penggunaan dana desa untuk membayar proyek kepada pihak ketiga, melainkan proyek harus dilakukan secara swakelola atau melalui kerja sama antar desa.

Ini bertujuan untuk memaksimalkan manfaat dana desa bagi masyarakat desa dan menghindari potensi penyalahgunaan atau korupsi. Pihak ketiga yang dimaksud seperti dikerjakan rekanan ataupun kontraktor yang berafiliasi dengan sumber keuangan negara.

Dasar hukum dana desa yang tidak boleh diserahkan kepada pihak ketiga adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah terkait pelaksanaannya.

Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah desa untuk mengelola dana desa, termasuk melakukan pekerjaan yang didanai oleh dana desa secara swakelola.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 menjelaskan definisi dana desa sebagai alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk desa. Pasal 71 ayat (2) mengatur bahwa keuangan desa, termasuk dana desa, dikelola oleh pemerintah desa. Dalam Pasal 71 ayat (3) disebutkan bahwa dana desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Peraturan Pemerintah terkait Dana Desa dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa (dan perubahan-perubahannya) mengatur lebih lanjut tentang penggunaan dan pengelolaan dana desa.

Peraturan Menteri terkait juga mengatur prioritas penggunaan dana desa, misalnya Peraturan Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108 Tahun 2024 mengatur tentang pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran dana desa.

Jika dana desa dikerjakan oleh pihak lain tanpa sepengetahuan dan persetujuan sah, maka ancaman pidananya bisa berupa pidana penjara dan denda. Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, penggelapan, atau penyalahgunaan wewenang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku Pengecualian Jika proyek tidak dapat dikerjakan secara swakelola (misalnya karena kurangnya sumber daya manusia atau peralatan), pengadaan barang/jasa dapat dilakukan melalui penyedia.

Hal ini harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan dengan tetap mengutamakan partisipasi masyarakat.

Pelaksanaan kegiatan tersebut berpedoman pada (1). Perka LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/ Jasa di DesaPasal 4 Pengadaan Barang/Jasa di Desa pada prinsipnya dilakukan secara Swakelola dengan memaksimalkan penggunaan material/bahan dari wilayah setempat, dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat, untuk memperluas kesempatan kerja, dan pemberdayaan masyarakat setempat.

Pasal 5 Pengadaan Barang/Jasa di Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang tidak dapat dilaksanakan secara Swakelola, baik sebagian maupun keseluruhan, dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa yang dianggap mampu.

(2). Lampiran Perka LKPP Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/ Jasa di Desa Bab I, Huruf C Pengertian Umum angka 8 Tim Pengelola Kegiatan yang selanjutnya disingkat TPK adalah tim yang ditetapkan oleh Kepala Desa dengan Surat Keputusan, terdiri dari unsur Pemerintah Desa dan unsur lembaga kemasyarakatan desa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

Pelibatan pihak lain seperti pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) jika memang tidak ada sumber daya manusia yang mampu. Prinsip swakelola dengan melibatkan partisipasi masyarakat tentu lebih elegan agar tidak berimplikasi kemanapun. (Pemerhati Masalah Hukum)

error: