“Kalau dilihat dari bisnis modelnya tuh, ini community driven. Soalnya masyarakat yang membantu pengolahan sampah bisa merasakan manfaatnya karena terlibat langsung dan dapat penghasilan,” jelas dia.
Di TPST, lanjutnya, sampah dikelola dengan memisahkan sesuai jenisnya, organik dan non organik. Untuk sampah organik dijadikan kompos atau diolah dengan maggot. Sedangkan sampah non organik seperti sampah plastik didaur ulang menjadi pelet plastik.
“Sampah-sampah yang nggak bisa dikelola biasanya dijadikan RDF (Refuse Derived Fuel),” terangnya.
Lebih lanjut dikatakan,bBanyumas bisa memanfaatkan teknologi melalui dua aplikasi Salinmas dan Jeknyong. Salinmas itu platform penjemputan dan penjualan sampah dari masyarakat ke Pemkab Banyumas.
“Di situ (Salinmas) ada jenis-jenis sampahnya apa saja yang bisa dijemput dan dijual, nanti kelihatan harganya,” tuturnya.
Sedangkan JekNyong, kata dia, seperti aplikasi ojek online. “Aplikasi Jeknyong ini memberikan lapangan pekerjaan buat abang-abang ojek, buat jemput sampah masyarakat,” ucapnya.
Ditambahkan, program ini sangat bisa diterapkan di Kabupaten Tegal. Namun, dibutuhkan biaya tinggi untuk pengadaan alat dan komitmen Pemkab Tegal untuk menyelesaikan soal persampahan.
“Kami yakin bisa direalisasikan, asalkan ada komitmen bersama untuk menyelesaikan persoalan sampah di Kabupaten Tegal,” pungkasnya. **